Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Begitulah SMA Tidar

| Sunday, 12 April 2015 |

SMA Tidar, begitulah khalayak menyebut SMA ini. SMA yang dirintis oleh Mayjen Sarwo Edhie Wibowo ini berlokasi di dalam kompleks perumahan akademi militer Panca Arga. Kendati SMA ini sekarang secara resmi sudah berubah nama menjadi SMA Negeri 1 Mertoyudan, namun para siswa maupun lulusannya lebih senang menyebutnya tetap sebagai SMA Tidar. Terkesan lebih eksklusif dan flamboyan (jarene).

SMA Tidar Magelang

Tahun 2006, saya masih lucu-lucunya, masih benar-benar suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Di tahun tersebut, saya lulus dari SMP Negeri 7 Magelang. Kelulusan ini kelak akan menjadi salah satu fase penting dalam perjalanan hidup saya.

Lulus dari SMP adalah dilema hidup dan pergulatan batin yang maha dahsyat. Karena disitulah muncul sebuah pilihan penting bagi setiap lulusan SMP di manapun berada: Ingin melanjutkan ke SMK, atau ke SMA. Saya mengambil opsi yang pertama, melanjutkan ke SMK. Alasannya klasik, saya teracuni oleh jargon klise bahwa kalau lulus SMK, pasti bakal langsung siap kerja.

Saya pun lantas mendaftar ke SMK Negeri 1 Magelang, SMK yang konon adalah SMK terbaik di kota sejuta bunga, SMK yang ndilalah lokasinya hanya sak udutan dari kampung saya.

Tapi nasib memang berkata lain. Perjuangan saya masuk SMK Negeri 1 Magelang ini harus berhenti di tengah jalan.

Saya harus terdepak dari SMK yang lebih dikenal sebagai SMK Cawang ini. Alasannya sungguh tak dapat diterima oleh perasaan dan nurani: Tinggi Badan. Ya, dulu saya tak lolos tes pengukuran tinggi badan. Tinggi saya waktu itu hanya 150 cm lebih dikit (lebih pendek dari seorang Hobbit sekalipun). Waktu itu, saya benar-benar masih imut, imut dalam arti yang sesungguhnya.

Bapak saya kemudian menyarankan saya untuk mendaftar ke SMK lain, tapi saya sudah kadung mutung.

Di tengah kemutungan saya, bapak mencoba menyarankan saya untuk mendaftar ke MAN (Madrasah Aliyah Negeri). Saran yang justru semakin membuat saya tambah mutung. Bayangkan, sewaktu di SMP saja, saya pernah harus sebegitu bersusah-payah hanya untuk bisa menghafalkan 10 surat pendek, lha mosok sekarang harus masuk MAN, yang notabene bakal penuh dengan hafalan ilmu fikih dan hadits. Bodhol bakule slondok.

“Yo, MAN rapopo, tapi pa'e wae sing sekolah, ojo aku,” kata saya kepada bapak.

Di menit-menit krusial, akhirnya saya melabuhkan formulir pendaftaran di SMA Tidar. Mungkin sebagai pelampiasan atas didepaknya saya dari SMK Cawang, Karena ndilalah lagi, lokasi SMA Tidar juga sama-sama sak udutan dari kampung saya.

Firasat SMA Tidar

Saya akhirnya diterima di SMA Tidar. Lagi-lagi, ini menjadi salah satu fase penting dalam perjalanan hidup saya. Selepas diterima di SMA Tidar, saya langsung mempunyai firasat, bahwa kehidupan saya akan semakin asyik dan bakal penuh dengan gairah.

Firasat saya agaknya mulai benar.

Di hari pertama saya masuk sekolah (tepatnya saat MOS), saya langsung menjadi pusat perhatian. Bukan... bukan, bukan karena pesona saya yang sedemikian cemerlang, namun karena sebuah peristiwa heboh yang terjadi saat pembagian kelas.

Rupanya yang namanya Agus Mulyadi bukan hanya saya. Bedebah, Ternyata ada satu cecunguk lain yang namanya sama-sama Agus Mulyadi. Lebih bedebah lagi, ternyata ia tetangga desa, Jangkrik.

Pembagian kelas pun akhirnya berlangsung dengan sedikit balutan perang urat syaraf.

Nama Agus Mulyadi masuk di dua kelas yang berbeda, yakni X-4 dan X-6. Nah, Permasalahannya adalah: Agus Mulyadi mana yang masuk X-4 dan Agus Mulyadi mana yang masuk X-6. Kalau saya pribadi sih lebih memilih untuk masuk di X-4, karena feeling saya mengatakan, X-4 lebih asoy ketimbang X-6. Feeling perjaka yang baru saja masuk SMA biasanya ciamik.

Ndilalah, si Agus Mulyadi jilid 2 nampaknya juga menginginkan kelas tersebut.

Maka, gesekan kecil pun lantas tak terhindarkan.

“Bapakmu ki ra kreatif, nduwe jeneng kok madan-madani!” umpat saya pada si Agus Mulyadi jilid 2

“Lha, aku ro kowe ki luwih tuwo aku ju, berarti bapakmu sing ora kreatif,” balasnya skak-mat.

Apakah saya menyerah? ooooh, tentu tidak, bukan Agus Mulyadi (jilid 1) namanya kalau langsung tumbang hanya karena skak-mat murahan seperti itu. Saya masih punya segudang argumen defensif yang lebih dari cukup kalau hanya untuk meladeni debat kusir dengan si Agus Mulyadi jilid 2.

“Lha aku jenenge Agus ki le mergo lahir bulan agustus, lha nek kowe kan lahire ora bulan agustus, dadi kowe ki ra nduwe landasan batin sing kuat, intine aku luwih otoritatif lan luwih berhak!”, balas saya defensif.

“Ah prek ndes!” timpalnya kesal. Agaknya ia mulai terpojok. Hahaha, kalah dia.

Urusan soal nama ini akhirnya selesai dengan cara yang agak unik. Saya dan dia akhirnya menentukan pembagian kelas dengan suit alias pingsut. Dan bisa ditebak, saya lagi-lagi menang: saya jentik (kelingking), dia jempol. Jari saya rupanya masih cukup tokcer dan bertuah. Jadilah saya akhirnya masuk kelas X-4.

Transportasi adalah kunci

Masalah transportasi menjadi masalah utama saya di awal-awal masa sekolah.

Walaupun dekat, namun untuk berjalan kaki ke sekolah rupanya cukup menyita waktu dan tenaga. Terlebih waktu itu, saya belum punya motor. Mau nebeng juga belum punya kenalan. Akhirnya, andong pun menjadi pelampiasan.

Pertama kali saya naik andong, saya langsung dipersilahkan untuk duduk di samping pak Kusir. Saya tadinya mengira, itu adalah sebuah penghormatan. Sial, ternyata saya terlalu ge-er. Rupanya memang sudah menjadi aturan baku di kalangan driver andong, bahwa penumpang laki-laki wajib duduk di kursi depan, di samping pak Kusir.

Duduk di kursi depan tentu menjadi pengalaman baru yang menarik dan menyenangkan. Senada dengan salah satu lirik lagu anak-anak legendaris: "Naik Delman istimewa ku duduk di muka, ku duduk samping pak kusir yang sedang bekerja".

Tapi seiring berjalannya waktu, duduk di samping pak kusir ternyata tak selamanya menyenangkan. Bayangkan, di pagi yang indah, sampeyan harus duduk dengan lutut yang ditekuk sedemikian sempit, ditambah dengan pemandangan pantat kuda di depan sampeyan. Tentu bukan pemandangan ideal untuk anak muda yang baru puber.

Perlu sampeyan tahu, Seseksi dan sesemok apapun kuda tersebut, pantatnya tetaplah pantat kuda, pantat yang jauh dari erotis dan sangat tidak menggairahkan.

Duduk persis di belakang pantat kuda semakin terasa sangat menyebalkan. Terlebih jika sampeyan harus rela sesekali terkena kibasan ekor kuda yang baunya sangat tidak sedap itu. Kita semua tahu, ekor kuda tak pernah terkena sentuhan busa Rejoice atau Emeron. Jadi jangan harap sampeyan bakal mencium aroma jasmin atau levender dari ekor kuda yang menyapa hidung sampeyan.

Saya hanya betah naik andong kurang dari seminggu. Selebihnya, saya lebih memilih untuk berjalan kaki.

Seiring dengan bertambahnya kenalan, Intensitas jalan kaki saya semakin berkurang, karena setiap kali saya menunggu di depan gerbang perumahan Panca Arga, biasanya ada saja kawan satu kelas yang menawari saya tebengan (atau lebih tepatnya: saya memang sengaja menunggu tebengan).

Masalah transportasi pun akhirnya terpecahkan dengan sangat cantik dan elegan. Sungguh rezeki anak sholeh.

Di Kandang Macan

Bersekolah di SMA Tidar rupanya memunculkan sebuah sekuritas yang maha tinggi. SMA ini bisa dibilang menjadi salah satu SMA paling aman. Saya katakan aman karena hampir tak ada SMA atau SMK lain yang berani nglurug (menyerang) SMA ini. Bagaimana mau nyerang, Lha wong lokasinya saja berada di dalam kompleks perumahan akademi militer je. Hanya siswa SMK Khilaf saja yang mungkin punya niat untuk menyerang SMA ini.

Hal ini bukan omong kosong.

Pernah suatu ketika, serombongan siswa dari salah satu sekolah swasta di Magelang mencoba nglurug SMA Tidar. Hasilnya sudah bisa ditebak: gagal total.

Serombongan siswa khilaf tersebut tumbang di langkah awal oleh hadangan PM (Polisi Militer). Para siswa tersebut langsung kocar-kacir tak berkutik dengan bentakan sang PM. Saya tak heran, karena Se-gentho-gentho-nya anak SMK, tentu bakal ciut nyalinya kalau harus berhadapan dengan Polisi Militer yang kepalan tangannya saja segedhe toples lebaran.

Pepatah klasik mengatakan: "Pemenang sejati bukanlah dia yang mengalahkan musuhnya di medan perang, Pemenang sejati adalah dia yang mampu menghindari perang demi kemaslahatan".

Pepatah ini agaknya cocok ditujukan untuk anak-anak SMA Tidar.

Kami para siswa SMA Tidar benar-benar menjunjung tinggi prinsip ksatria: "Musuh jangan dicari, tapi kalau musuh datang, biarlah PM yang menangani"

Penggelandangan

Sewaktu kelas satu, ada sebuah peristiwa yang tak akan pernah saya lupakan.

Saya sedang duduk-duduk di beranda kelas, saat tiba-tiba, seorang guru menarik saya dan menggelandang saya ke kantor guru. “salah saya apa pak?” tanya saya dengan wajah yang ketakutan. “wis, teko melu”, jawabnya tegas. Saya digelandang bagaikan seorang gepeng saat razia Satpol PP. Beberapa kawan yang melihat penggelandangan saya menatap heran dan bertanya-tanya. Mungkin menebak-nebak, gerangan apa yang terjadi.

Saya masih bingung kenapa saya digelandang ke ruang guru. Seingat saya, rambut saya cepak waktu itu, tidak melebihi kerah. Saya juga tidak sedang mbolos jam pelajaran hari itu. Entah apa yang ada di dalam pikiran si Guru sampai-sampai ia menggelandang saya.

Sesampainya di kantor guru, saya kemudian disuruh duduk di kursi pendek di pojokan kantor. Sebentar memang, tapi waktu yang sebentar itu terasa sangat lama sekali bagi saya.

Si guru tadi kemudian mengundang beberapa guru lainnya. Sekira belasan guru kemudian berkumpul. “Wah, ngge kembulan tenan iki aku,” batin saya.

Di saat jantung saya berdetak dengan sangat hebat, sangat tidak terduga, Si Guru yang tadi menggelandang saya itu kemudian menyalami saya dan mengucapkan “Selamat Ulang tahun, gus”, yang diikuti oleh guru-guru lainnya. Beberapa guru kemudian nampak bersorai. Saya terdiam beberapa saat. Seakan tak percaya dengan kejadian yang baru saja saya alami.

Terlalu sulit untuk tidak sentimentil. Saya sendiri bahkan tidak tahu kalau hari itu adalah hari ulang tahun saya. Ingin rasanya saya tidak menangis, tapi ternyata sulit. Air mata saya akhirnya mengalir dengan sebegitu deras. Bendungan berkedok "laki-laki tidak boleh menangis" pun akhirnya jebol juga.

Itulah kali pertama bagi saya diberikan ucapan selamat ulang tahun tanpa saya harus memberitahukan hari ulang tahun saya. Waktu itu belum jamannya facebook. Friendster pun belum sedemikian cemerlang. Jadi selamat ulang tahun masih menjadi ucapan yang masih begitu klenik dan mewah.

Belakangan saya dengar kabar (entah benar entah tidak), kalau guru yang menggelandang saya itu sudah pindah dari SMA Tidar dan kini menjadi kepala sekolah.

Pak Udin. Begitulah saya memanggil beliau.

Belajar dengan Adrenalin yang terpacu

Belajar di SMA Tidar benar-benar memberikan sensasi tersendiri bagi segenap siswanya. Betapa tidak, seminggu sekali, pada hari jumat, para siswa akan belajar di bawah naungan suara desingan peluru. Suara tersebut tak lain dan tak bukan adalah suara riuh latihan perang yang diselenggarakan oleh akademi militer.

Hari Jumat memang menjadi hari wajib latihan militer di lapangan tembak yang lokasinya memang tak jauh dari kampus SMA Tidar. Jadi jangan heran kalau setiap jumat, suara senapan sahut-menyahut sedari pagi, bahkan sesekali diselingi suara dentum ledakan. Awesome sekali.

Ini sensasi baru dalam kegiatan belajar-mengajar. Bagaikan bersekolah di daerah konflik, namun tetap aman-sentosa dan tak khawatir bakal kena mortir atau peluru nyasar.

Saya dan meja Ping-pong

Jam kosong adalah surga bagi saya. Saya tak pernah menghabiskan waktu jam kosong di kantin seperti kebanyakan siswa. Saya biasanya menghabiskan waktu jam kosong dengan bermain ping-pong di aula bersama kawan-kawan dekat saya: Sentiko, Anugrah, dan Dicky.

Kami berempat benar-benar keranjingan ping-pong, terutama Saya dan Sentiko. Saya dan Sentiko bahkan pernah suatu kali masuk ke gudang gereja POUK (Persekutuan Oikumene Umat Kristen) ─salah satu gereje kristen di kompleks Panca Arga─ di malam hari hanya untuk bermain ping-pong. Kami bermain dari jam 10 malam sampai lepas dini hari. Permainan bisa saja baru akan berakhir di pagi hari jika saja Sentiko tidak mendapat sms ancaman dari ibunya untuk segera pulang.

Kami berempat mulai keranjingan bermain ping-pong di aula sejak kami melihat beberapa karyawan dapur dan beberapa guru laki-laki bermain ping-pong selepas jam pulang sekolah. Kami lantas meminta ijin untuk menggunakan meja tersebut saat jam kosong atau jam istirahat. Dan rupanya kami diizinkan.

Belakangan, jadwal bermain ping-pong kami semakin ekstrem. Kami tak hanya bermain saat jam kosong, kami bahkan pernah beberapa kali kedapatan bermain ping-pong saat jam pelajaran. Hal itu membuat aturan penggunaan meja ping-pong tersebut semakin diperketat.

Pengetatan ini membuat kami mulai mengurangi intensitas olahraga tampar bola ini, walau sesekali kami masih sering mencuri waktu untuk tetap bermain.

Intensitas bermain ping-pong baru benar-benar hilang di masa-masa menjelang ujian nasional.

Asmara SMA

Tiga tahun saya mengarungi bahtera pendidikan di SMA Tidar (alhamdulillah, saya belum pernah tidak naik kelas). Selama tiga tahun tersebut, saya sempat empat kali jatuh cinta pada teman wanita. Tiga diantaranya kawan setingkat kelas, satu sisanya adik kelas.

Di SMA inilah, saya pertama kalinya berani menembak teman yang saya taksir. Dan pertama kalinya pula saya ditolak. Ditolaknya dengan telak pula. Tas-tes, bat-bet, tanpa tedeng aling-aling.

Bayangkan, Sesaat setelah saya mengutarakan perasaan saya, jawaban si dia hanya singkat dan sangat tidak basa-basi: “yo, tapi aku ora!” jawabnya lugas. Dan ia pun berlalu begitu saja. Seakan-akan seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Asuuuu.

Ah, Mungkin ia waktu itu belum terlalu khilaf untuk bisa menerima saya.

Sungguh penolakan yang sangat bengis. Penolakan yang lebih kejam dari rezim otoriter manapun. Tidak ada kata-kata pengayem seperti “kamu terlalu baik buat aku”, “aku belum boleh pacaran sama mama”, atau “aku masih pengin konsentrasi sama sekolah”, atau minimal kata-kata penolakan yang halus lainnya.

Tapi tak apa, setidaknya, saya sudah berani mengungkapkan perasaan saya. Sungguh pun saya ditolak. Sebuah debut asmara yang tidak terlalu gemilang sih. Tapi debut tetaplah debut, yang kelak akan menjadi kenangan rekam jejak yang berati bagi saya. Berani nembak saja saya sudah senang. Urusan hasil, itu nomor enam (nomor satu sampai lima, tetap Pancasila).

Saya jadi ingat dengan petuah Bu Resmi, salah satu guru idola saya di SMA Tidar. Kata beliau, "Kalau kamu berani jatuh cinta, kamu juga harus berani cintamu jatuh".

Iya sih bu, saya berani cinta saya jatuh, tapi mbok yo ampun gasik-gasik banget ngoten lho :)

Begitulah SMA Tidar

Ah, sungguh SMA Tidar telah memberikan kenangan yang teramat indah dan tak akan pernah terlupakan. SMA Tidar benar-benar telah mengisi perjalanan hidup saya dalam rangka menempa diri demi menjadi pria yang lincah dan trengginas.

Kini, tak terasa, sudah enam tahun berlalu sejak saya lulus dari SMA tercinta ini.

Belakangan, kabar tentang kawan-kawan saya pun mulai menggaung. Kawan-kawan saya sesama SMA Tidar sudah banyak yang jadi orang besar. Ada yang jadi Prajurit Taruna, ada yang jadi dokter, ada yang jadi seniman, ada yang jadi abdi negara, ada yang jadi pendakwah, ada juga yang jadi aktivis. Bahkan kawan sebangku saya dulu, sekarang jadi vokalis Lapiezt Legiet, salah satu Band Reggae lokal yang sangat ngehits dan punya nama besar di Magelang dan sekitarnya.

Duh, SMA TIDAR, kowe pancen well



*Ditulis pertama kali untuk naskah Buku MEMBACA MAGELANG 3
*Gambar terakhir adalah gambar saya sewaktu SMA, mengenakan seragam SMA Tidar, dan dengan mingkem yang sangat dipaksakan




Sawer blog ini

56 comments :

  1. Replies
    1. hahaha, hoo, cen bedebah tenan og wong kae... sopo jal?

      Delete
  2. Sering weruh jaran nlethong ya????

    ReplyDelete
  3. Di SMA inilah, saya pertama kalinya berani menembak teman yang saya taksir. Dan pertama kalinya pula saya ditolak.

    josss.. hala sak iki wes due rung guss

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, pertanyaanmu jan koyo pemes tenan, landep... :)

      Delete
    2. Siip Mas Agus; Always On

      Delete
  4. ora, njur kabare agus (jilid 2) piye saiki mas? dadi opo saiki? hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. saiki yo seh dadi tonggo deso mas... hahaha

      Delete
  5. Aman terkendali sekolah disana Gus. Lha, siapa yang berani masuk kandang macan.

    ReplyDelete
  6. Kok luweh ganteng jaman SMA gus :-D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ha kandhani og.... biyen hurung mikir ndonya soale

      Delete
  7. jebul koe mbiyen putih ya gus

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, koyomono diunekke putih, njuk sing ireng koyo ngopo?

      Delete
  8. Bayangkan, Sesaat setelah saya mengutarakan perasaan saya, jawaban si dia hanya singkat dan sangat tidak basa-basi: “yo, tapi aku ora” jawabnya lugas. Dan ia pun berlalu begitu saja. Seakan-akan seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Asuuuu.

    # IKI REALISTIS TENAN MAS AGUSS ,,AKU FANSMU SEKO JOGJA MAS TULISANMU SELALU TAK TUNGGU TUNGGU :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, jebul aku nduwe fans juga tho, jan merinding aku... :)

      Delete
  9. Jaman SMA-mu ganteng juga mas gusmul :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lha iya, sekarang juga masih kelihatannya gurat-gurat kegantengannya kok :)

      Delete
  10. Kok koyo cah SMP mas? :D
    Dikerjain sama guru, langka. Mbois tenan

    ReplyDelete
  11. Cara yang tepat menghindar bentrokan adalah langsung berada di kandang macan. Sopo wani nglurug?
    Etapi urusan cintamu kok yo mirip Pat Kai ngono ya ... ngenes tenin

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, ya memang dari dulu, begitulah cinta, deritannya tiada akhir...

      Delete
  12. Seko sekabehane ceritamu gus, jan fotomu sing paling EMEJING!!!, nganti saiki isih ra percoyo aku. :P

    ReplyDelete
  13. Mas Agus sampean iki Lo merendah, saiki sampean yo ws terkenal,dadi penulis jos

    ReplyDelete
    Replies
    1. hasyah... penulis yo hurung kondang-kondang bianget kok mas

      Delete
  14. Keren fotonya Gus, masih polos. Untungnya nama Agus Mulyadi cuma ada dua sewaktu pemilihan kelas. Dua aja udah bikin repot ya, apalagi lebih dari dua, bisa bikin bubar mungkin....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga nama Agus Mulyadi semakin menasional... minimal satu kampung ada satu, hahaha

      Delete
  15. DUHHHHHHH GUS WAJAHMU, IMUT TENAN. POMO AKU HOMO YAKIN WESSSSSSSS TAK CIPOK BATHUKMU :d

    ReplyDelete
  16. Gus, sek jadi dokter siapa angktn kita?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Btw, sek jadi dokter angktn kita siapa?

      Delete
    2. Tyas, krungu-krungu deknen saiki dadi dokter

      Delete
  17. Lha kabar cewek sing nolak dirimu piye Gus?

    ReplyDelete
  18. om, blogna sae, tapi kmaha lamun basa jawa na ditranslate ka basa indonesia, ambeh anu teu ngarti bisa ngertos. sapertos, kalimat kieu, "Bapakmu ki ra kreatif, nduwe jeneng kok madan-madani!”

    abdi teu ngertos!
    jeung loba keneh kalimat salian ti eta tina blog anjeun anu urang teu ngarti.
    kumaha?

    ReplyDelete
  19. Morning, Gus,
    Trimsi alias terima kasih sekali, tulisan yang kubaca pagi ini sedikit meringankan beban kangen. :)
    Suwun

    ReplyDelete
  20. kok sameyan gantengan sih enom e yo gus?

    ReplyDelete
  21. Gus, gara-gara moco blogmu bola-bali aku ki mau bengi ngimpi moro ng Magelang, ng omahmu, perlune kondangan. Tenanan Gus...

    ReplyDelete
  22. Dari dulu sampe sekarang kamu keliatan agak ganteng gus :p

    btw, kalo boleh usul bahasa jawanya di kasih translate, biar semua orang paham gus... :)

    ReplyDelete
  23. kok koyone putih mbiyen daripada saiki to mas Gus...hahahaha

    ReplyDelete
  24. ndelok rupamu saiki dadi aham aku Gus nek kesucian dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan kuwi penting

    ReplyDelete
  25. Photo SMA iseh ngganteng Gus :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waiki... Tanda tanda...
      Gusssss.... Ndeneo

      Delete
    2. Iki cah e sik nolak awakmu opo udu gus...
      Sopo reti huuh tur wes khilap

      Delete
  26. wes akeh sek komen -_-

    ReplyDelete
  27. Fotopaling bawah tanpa dosa hahahahaha

    ReplyDelete
  28. Aku yo duwe rahasia kecil nek krungu jeneng SMA Tidar je...
    Jan kowe marai KSO (Kelingan Sing Ora-ora) je gus... Hasyuw tenan kie...#mimbik-mimbik kelingan dhisik saben sore mbojo ro anake penjaga SMA Tidar...

    ReplyDelete
  29. Pramuka ne gaul to kang? Nek gk lurus pas baris, keno kepelan senior hahaa...

    ReplyDelete
  30. pak Udin, bu Resmi, bu tentrem senyawa mujarab untuk anak2 tidar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak udin sudah pensiun 2020,ini barusan ketemu pas kondangan.kata pak udin banyak bpk dan ibu guru yg meninggal scr mendadak.sedih dengernya

      Delete
  31. fotonya masih unyu-unyu hahaha

    ReplyDelete
  32. Baca ini jadi inget masa masa di smantid :D
    Andong, serangan smk khilaf tetep ada mas tahun 2012 wkwk

    ReplyDelete
  33. Weh seru banget , dik agus alumni th berapa yaa ??? Aku juga alumni SMANTID 90 . SMANTID memang penuh kenangan

    ReplyDelete

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger