Sejak jadi penulis dan blogger yang lumayan tenar (uhuk), boleh dibilang kehidupan saya mengalami banyak perubahan. Mulai dari pendapatan (yang mana dulu murni dari gaji jaga warnet, sedangkan sekarang dari honor nulis dan royalti buku), gaya nongkrong (sejak jadi penulis, saya sekarang sudah mulai berani dan nggak malu lagi masuk ke Dunkin Donuts), pergaulan (alhamdulillah, sejak jadi penulis, saya mulai kenal banyak tokoh-tokoh beken, dan sudah berani mensen-mensenan segala), sampai gaya hidup (dulu hape cukup bisa buat sms sama buat mp3, sekarang minimal harus yang bisa buat video call, kan sudah punya pacar, bwahaha)
*Duh Gusti… sejak jadi penulis kok saya jadi kemaki begini ya?*
Nah, dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada saya (terutama gaya hidup) sejak jadi penulis, satu yang sering jarang saya sadari tetapi punya kesan perubahan yang sangat mendalam bagi saya adalah perkara hotel. Sumpah, saya kok ya baru ngeh soal hal ini.
Jadi begini, sejak dahulu, saya itu selalu menganggap hotel sebagai tempat yang teramat keramat. Keramat bukan karena ia seram, tapi karena ia hampir tak pernah tersentuh oleh akal dan kocek saya. Lha betapa tidak, lha wong harga sewa hotel satu malam itu bisa setara dengan ongkos ngekos saya satu bulan lamanya. Mangkanya, saya selalu tak pernah terpikir buat nginep barang semalam saja di tempat yang namanya hotel. Yah, lagipula, wajah saya ini kelihatannya kok ya sangat tidak hotel-able.
Ealah, ndilalah kok ya nasib baik memayungi saya. Kelak, saya ternyata punya banyak kesempatan, dan bahkan boleh dibilang malah hobi nginep di hotel.
Dulu, sejarahnya saya nginep di hotel itu ya cuma pas piknik jaman SMP atau SMA (yang mana bukan merupakan piknik untuk senang-senang, melainkan untuk syarat mengikuti ujian nasional. Bedebah sekali, bahkan saat piknik pun saya masih harus mikir pendidikan), itupun hotelnya satu kamar ditempatin lima orang (yakali piknik sekolah satu kamar satu orang).
Praktis, sebelum saya jadi penulis, saya cuma pernah nginep di hotel dua kali. Pertama ya pas piknik SMP, yang kedua pas piknik SMA.
Sejak jadi penulis, saya jadi sering diundang jadi pembicara atau pengisi acara diskusi di berbagai daerah. Nah, hal inilah yang kemudian menjadikan saya mulai banyak menginap di hotel. Biasanya sama panitia sudah dicarikan hotel, namun tak jarang, saya yang meminta panitia agar saya diperbolehkan mencari hotel sendiri.
Pengetahuan saya soal perhotelan pun maju pesat. Dulu saya blas nggak paham kalau angka pertama pada nomor kamar itu sekaligus merupakan nomor lantai, Alhamdulillah sekarang sudah ngeh. Dulu saya blas nggak berani naik lift hotel dan lebih memilih naik tangga, sehingga kalau nginep di hotel, saya selalu memilih hotel yang nggak ada lift-nya, Alhamdulillah, sekarang, nginep di hotel berbintang dan mau kekaring di rooftop pun, ayo, saya jabanin. Dulu saya blas nggak ngerti kalau ternyata biar lampu hidup, kunci kartu harus dimasukin ke cardholder yang biasanya ada di bagian dekat pintu, Alhamdulillah, sekarang sudah paham nglothok dan nggak ngisin-isini.
Perbedaan lain yang cukup mencolok bagi saya perihal perhotelan ini salah satunya adalah, dulu saya ngerasain nginep hotel mentok karena memang sudah dipesenin, maka sekarang saya sudah berani booking hotel sendiri. Ha sudah jadi penulis dan blogger yang lumayan tenar je. Bwahaha
*Duh Gusti, hamba kemaki lagi*
Saya jadi ingat pertama kali mesen hotel secara langsung, saya lupa kapan, tapi yang jelas, waktu itu hotelnya di Jogja. Kala itu saya habis pulang dari acara di Palembang untuk meliput event di sana. Kala itu ceritanya saya sampai di Jogja sudah hampir tengah malam dan terpaksa harus nginep di Hotel karena bus Damri terakhir hari itu sudah berangkat dua jam sebelumnya, sehingga mau tak mau, saya tak bisa pulang ke Magelang dan harus nginep satu malam di Jogja.
Namanya juga pertama kali pesen hotel, sudah pasti saya agak kikuk dan wagu. Walau begitu, saya tentu bersikap sok cool, macak selow, sambil sesekali sok-sokan nanya tempat wisata biar dikira turis, biar mbak resepsionisnya juga mengira kalau saya sudah terbiasa mesen hotel. Padahal itu pertama kalinya saya pesen hotel secara langsung. Sungguh, itu momen di mana saya merasa sangat trenyuh, saya merasa keberanian saya pesen hotel kala itu sebagai sebuah prestasi tersendiri. Debut inilah yang kemudian membuat saya jadi tidak kikuk lagi kalau mau pesen hotel.
Kelak, ketika saya semakin sering diundang menjadi pembicara (uhuk), saya pun semakin sering memesan hotel. Pemesanannya pun tidak secara langsung lagi, sebab kemudian saya mulai berani mencoba pesan hotel lewat aplikasi online.
Sepanjang pengalaman saya, ada tiga aplikasi booking hotel yang pernah saya gunakan. Traveloka, Booking, dan Agoda. Namun sejauh ini, yang paling sreg, serta masih sering saya gunakan sampai sekarang adalah yang Traveloka.
Nggak tahu kenapa, di antara sekian banyak aplikasi booking hotel online yang ada, saya selalu merasa lebih nyaman kalau pakai Traveloka. Ya sesekali saya juga masih pakai aplikasi lain, tapi yang paling sering kelihatannya ya Traveloka.
Ada beberapa alasan kenapa saya lebih suka pakai Traveloka. Pertama, karena ia produk Indonesia dan pakai mata uang rupiah (Saya malas kalau harus ngitung konversi dolar ke rupiah soalnya). Kedua, harganya sudah pas alias sudah final, nggak ada harga atau biaya tambahan dan tetek bengek lainnya. Dan ketiga, alias alasan yang paling besar, proses bookingnya bagi saya (yang nggak tekno-tekno amat) cukup simpel dan bisa dibayar via transfer biasa tanpa harus pakai kartu kredit. Bagi saya ini cukup prioritas, sebab saya tak punya kartu kredit. Dulu sempat coba aplikasi Booking.com yang sebenarnya punya harga tak jauh beda sama harga Traveloka, prosesnya juga nggak kalah mudah sama Traveloka, hanya saja, untuk hotel-hotel tertentu, proses bookingnya harus pakai kartu kredit, mangkanya saya jarang pakai Booking.com.
Pesan hotel lewat aplikasi booking online ini kelak memberikan pengalaman baru yang membikin saya ketagihan. Sebab ternyata, kalau pesen alias booking hotel pakai aplikasi semisal Traveloka, begitu, ternyata harganya jauh lebih murah ketimbang pesen langsung di hotel. Dan bedanya lumayan kerasa lho, bahkan bisa sampai 40%-nya. Misal sampeyan pesen langsung di hotel 400 ribuan, kalau pesen lewat aplikasi bisa dapat 300 ribuan. Kan lumayan untung 100 ribu, bisa buat beli Rinso bubuk 53 gram 20 renteng.
Selain lebih murah, beberapa aplikasi booking online juga gencar memberikan promo diskon yang bisa digunakan oleh para pengguna. Kalau di Traveloka (saya nggak tahu, sampeyan pakai Traveloka, Agoda, Booking, pegi-pegi, atau apa), ada yang namanya fitur “Hotel Last Minutes”, yaitu fitur yang memungkinkan kita untuk memilih hotel yang memberikan promo potongan harga untuk satu malam khusus di hari tersebut. Beberapa kali saya dapat promo harga murah lewat fitur ini, dan bisa menginap di hotel yang lumayan berbintang dengan harga yang lumayan nggak berbintang. Saya nggak tahu, kalau di aplikasi booking lain fitur seperti ini ada atau tidak dan namanya apa, tapi yang jelas, fitur semacam ini menurut saya cukup menarik, terlebih bagi calon penginap miskin atau yang doyan cari diskonan.
berkali-kali menginap di hotel membuat saya cukup punya banyak pengalaman perihal dunia hotel. Satu yang cukup saya ingat tentu saja sewaktu menginap di salah satu hotel budget di bilangan Tugu Muda di Semarang. Kala itu, begitu selesai check in, saya langsung menuju kamar dan langsung ke kamar mandi sebab air kemih sudah memberontak pengin keluar.
Di dalam kamar mandi, saya kaget bukan kepalang, sebab di sana hanya ada closet, tanpa ada shower yang buat mandi. “Hotel macam apa ini, kok cuma closet thok, nggak ada showernya, dikiranya mandi bisa dirapel sama cebok apa?”
Barulah kemudian prasangka buruk saya tertutup. Sebab ternyata toilet sama yang buat mandi berada di ruangan yang terpisah. Fakta yang kemudian tetap membikin saya bergumam “Hotel macam apa ini? Mosok shower sama toilet ruangannya dipisah, inovasi kok nanggung banget, ha mbok sekalian ranjangnya yang dipisah”
Kali lain, saya juga pernah menginap di hotel yang siaran tivinya tidak jelas. Satu-satunya channel yang tampilannya paling bagus dan jelas hanya TVRI Jogja. Hal yang kemudian memaksa saya untuk mengambil dua pilihan kesimpulan: 1. Hotelnya terlalu miskin untuk ganti tivi, atau 2. Hotelnya memang punya semangat yang besar untuk menampilkan kearifan lokal kepada tamu. Dan sebagai pribadi yang khusnudzon, Tentu saja saya pilih kesimpulan yang nomor 2.
Di kesempatan yang lain, saya pernah juga dapet hotel yang cukup wah. Kasurnya lebar, desainnya klasik, dan kamar mandinya ada bathtub-nya. Tadinya saya senang bukan kepalang, lha kapan lagi bisa mandi pakai bathtub kaya mandinya squidword? tapi kemudian kesenangan itu mendadak sirna, karena saya kemudian malah takut sendiri kalau mandi di bathtub sebab teringat adegan-adegan yang ada di film-film horor. Jadilah seharian itu saya nginep di hotel tersebut dan blas nggak mandi.
Nah, tapi dari segala pengalaman dan kesan menginap di banyak hotel yang pernah saya lalui, Ada satu kebiasaan yang sampai sekarang hampir selalu sulit saya hilangkan, yaitu kebiasaan untuk selalu membawa pulang kopi, teh, dan gula gratis yang disediakan oleh hotel. Entah mengapa, walaupun saya sudah jadi penulis dan blogger yang lumayan tenar (*Ya ampuuun, semoga ini terakhir kali saya kemaki*), tapi ternyata tetep saja jiwa ngirit dan nggragas saya tak bisa disembunyikan.
Ini tentu kebiasaan yang sebenarnya buruk, sebab ini bukan melulu soal pengiritan dan ke-nggragas-an, karena saya sering menggunakan kopi, teh, dan gula hotel ini sebagai bahan pamer dan bukti ke teman-teman saya kalau saya sering menginap di hotel.
Kebiasan buruk ini agaknya menurun dari bapak saya, sebab bapak saya juga punya kebiasaan yang walaupun berbeda namun hampir sama konteksnya. Belio kalau naik pesawat, tiketnya selalu disimpan, katanya bisar bisa buat pamer kalau ia pernah naik pesawat.
saya belum pernah tidur di hotel
ReplyDeleteSama, dulu sebelum piknik SMP, saya juga belum pernah... Hehehe
Deletemas agus, itu cerita waktu sampeyan pertama kali mesen hotel langsung, ngomongnya gimana mas? maksudnya, ngomong ke resepsionisnya. kok gak diceritain detail di bagian itu. saya pengin tau, karena saya juga belum pernah mesen hotel langsung. dijawab ya. suwun. :)
ReplyDeleteHahaha, ya standar mas. bilang sama mbaknya "Mbak, masih ada kamar? saya pesen satu," yang jelas teko macak pede saja, walau wajah sebenarnya tidak hotelable
DeleteMas Agus Minum Sugus
ReplyDeleteMinumnya sambil tiduran
walah - walah ceritanya Mas Agus
polos namun lucu benaran
......................................
saat makannya belum diceritain mas....apa langsung bobok ? dan pastinya perut keroncongan abis perjalanan jauh..mmmm..jangan2 stock chiki-nya banyak yohhh...di dalam tas ranselnya...hehe
Jadi teringat jaman SMK, satu kamar berlima, haha semoga suatu saat ketularan wara-wiri begini :D
ReplyDeletebaca awal2 ketawa sendiri.. tp pas ditengah2 seperti iklan. apa memang begitu Gus Mul?
ReplyDeleteDuh gusti, saya sudah nulis panjang lebar dan masih dikira iklan? jahat kamu, mas... hahaha
Deleteaku ngerti sih iki postingan opo. Tapi aku lebih tertarik karo nongkrong neng dunkin donuts
ReplyDeleteHahaha, aku mlebu dunkin pertama kali ki yo pas ro awakmu kuwi lho den...
Deleteraimu Gus Mundak cemerlang
ReplyDeletesandal hotelnya dibawa pulang sekalian gak? kalo jogja kan biasanya sandalnya lucu-lucu, bathikan ngono kae...iso digawe nang kondangan wkwkwk
ReplyDeleteBagian bawa pulang handuk gabdicertiain Gus?
ReplyDeletewiiiihhhhhh.....postingan berbayaaarr...bosque!
ReplyDeletesukses terus mas agus :)
ReplyDeleteDuh gusti lha kok hampir sama. Saya pertama kali nginep di hotel juga pas piknik SMA
ReplyDeleteMas, pas sarapan di hotel makannya bingung ga?mas dah Bisa mandi Dan cebok ga pakai gayung ya
ReplyDeleteLha kok sama Mas, pernah dapat hotel yang ada bathtub-nya yo malah ngeri-ngeri sedap sewaktu mau mandi :))
ReplyDeleteWedi kalau tiba-tiba ada yang mecungul dari dalam air =))
jadi ingat pas nginep di hotel, ada temen yang udud, terus nganu
ReplyDeleteSeng jelas rek koe turu neng Hotel kui senengane karaokean neng kamar mandi. Bakat nyanyimu langsung terlihat. Hahhahahaha
ReplyDeleteWoalahhh... Pantes, kemarin tak pesenin hotel nggak mau. :D
ReplyDeleteAku pernah tidur di hotel pas staditour aja mas..haha
ReplyDeleteKalau gak yang belum pernah jadinya..
Kapan-kapan tak coba lah. siapa tau pulesnya beda.. :D
Bwahahaha... Kemaki sak iki. Ojo lali pas checkout sandal e dibalek ke karo resepsionis e gus...
ReplyDeleteSemoga nanti juga saya bisa menyusul ya menjadi pembicara dimana2 😃
ReplyDeletesendal hotel ndak di gowo sisan gus??
ReplyDeleteWkwkw.. aksesoris hotel dari lotion sampel handuk emang dibawa pulang bersama oleh2 plus iklan
ReplyDeleteWah hebat ya mas, semoga saya bisa kaya mas gus mul.. btw pas diwc hotel ada kendala gg sama closet duduknya mas?
ReplyDeleteIklan terselubung, Traveloka. wkkkkkkkkkk
ReplyDeleteSaya belum pernah nih mas... kapan dibayarin nginep di hotel?
ReplyDeleteseru baca ceritanya... lucu dan menghibur
ReplyDeletewaaah selamat ya mas agus. wes oleh royalti teko traveloka. pemasukan iklan semoga memotivasi untuk jadi penulis yg baik dan selalu berkembang
ReplyDeleteaku yo blm prnah nginap di hotel
ReplyDeletekemaki ne rek .. hhehe
ReplyDeleteAsik membaca ceritanya seru hehe
ReplyDeleteEkspresi ne gak kuatt
ReplyDeletekaos voli printing
bagaimana rasanya menginap di hotel mas ? he he he
ReplyDeletewkwwk bisa aja masnya
ReplyDeleteMantap ceritanya mas, kapan ya aku bisa terkenal kaya mas agus itu, salam
ReplyDeletemantap ni mas agus, sukses terus mas hehe
ReplyDeletemantap kali mas agus ini like 10 jempol
ReplyDeleteMantap jiwa gan, mau dong seperti itu
ReplyDeletetemplate blognya sangat responsive dan enak dilihat
ReplyDeleteluar biasa,bisa menjadi motifasi bersama
ReplyDeleteCerita yang memotivasi, Membuat semua orang bersemangat... mantap
ReplyDeleteSangat menginspirasi, semoga sukses selalu.
ReplyDeletemantep mas... ajarin dong cara jadi blogger sukses, hehehe
ReplyDeletemantap mas. gimna cara nya tuh
ReplyDelete