Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Akhir pekan ceria tanpa "Mendhem"

| Tuesday, 7 May 2013 |

Bagi banyak generasi muda di daerah urban pinggiran, aktivitas mabuk-mabukan (mendhem, ngombe, kubam, mimik ciu, dan istilah lain sebagainya) sudah merupakan agenda rutin yang selalu digelar tiap akhir pekan. Tak terkecuali di daerah saya, Kampung Seneng, Mertoyudan, Magelang. Mendhem (penyebutan istilah mabuk-mabukan di daerah saya) seolah telah menjadi salah satu metode pelampiasan paling efektif dalam menghabiskan gaji mingguan bagi banyak remaja dan pemuda desa, terlebih bagi yang masih lajang. Setelah 6 hari penuh bekerja keras bagaikan kuda, mereka merasa butuh penyegaran sesaat, yah, sekadar melepaskan penat yang sudah selama seminggu mendera mereka di tempat kerja.

Mabuk-mabukan
Mendhem Malam Minggu (Dok. Pribadi)

Bagi masyarakat, fenomena Mendhem mingguan ini memang menjadikan sikap yang serba salah. Karena di satu sisi, mereka para pemuda berhak untuk meghabiskan dan menikmati hasil jerih payah mereka selama bekerja, tapi di satu sisi lain, masyarakat jelas merasa dirugikan jika mereka para pemuda menghabiskan uang hasil kerjanya dengan bermabuk-mabukan di lingkungan warga. Terlebih jika mereka kemudian berbuat onar atau bikin rusuh dengan kampung lain, maka, stabilitas dan keamanan kampunglah yang kemudian menjadi taruhan. Kalau sudah begini, tentu semua dirugikan bukan?

Heh, susah memang menghentikan kebiasaan mendhem, karena bagi para pemuda yang sudah ketagihan menenggak minum-minuman keras, Mendhem mungkin sudah menjadi sila yang ke-enam, bahkan yang lebih parah: rukun Islam ke-enam. Mereka seakan tak bisa terpisahkan dari yang namanya Mendhem. Minimal seminggu sekali, itu sudah menjadi menu wajib bagi mereka.

Padahal Saya yakin 100%, bahwasanya para generasi pemabuk sadar, bahwa minuman keras yang mereka tenggak mempunyai efek yang buruk bagi tubuh mereka, dan sewaktu-waktu bisa saja merenggut nyawa mereka. Yah, tapi mereka memang sudah kadung menjadi pemabuk sejati, tak mempan dengan peringatan semata, selama mereka belum merasakan sendiri akibatnya. Pernah suatu ketika, para pemuda di kampung saya berhenti mabuk-mabukan, gara-garanya karena kabar tentang dua rekan sepermabukan dari kampung lain yang tewas meninggal karena menenggak Miras Oplosan. Tapi sekali lagi, kabar peringatan ini hanya dijadikan sebagai hiasan burung semata, karena tak sampai satu bulan berselang, mereka ya tetap saja mabuk lagi mabuk lagi, mendhem lagi mendhem lagi.

Lalu sebenarnya, bagaimanakah sikap warga masyarakat terhadap fenomena Mendhem yang jelas-jelas bisa membahayakan generasi muda ini? Pada dasarnya, saya melihat bahwasanya masyarakat sebenarnya paham benar bahwa kegiatan mendhem alias mabuk-mabukan merupakan kegiatan kotor yang sangat bisa meracuni dan mempengaruhi remaja yang belum pernah mencoba miras untuk kemudian ikut mencoba Miras. Karena itulah masyarakat kemudian bersikap agak selektif dan protektif terhadap kegiatan mabuk-mabukan yang sering melibatkan anak SMP atau SMA, Namun sayangnya untuk kegiatan mabuk-mabukan yang sudah melibatkan orang dewasa, para warga masyarakat umumnya sering acuh tak acuh (asal anak mereka tak ikut-ikutan), karena mereka beranggapan mereka sudah kadung terpengaruh dan ketagihan, jadi mau dibagaimanakan pun, rasa-rasanya sudah tak ada efeknya. Di kampung saya sendiri malah berlaku semacam aturan tak tertulis perihal mendhem ini: "Silahkan mendhem, asal tahu waktu, tahu tempat, tahu adat, dan jangan ngajak bocah", sungguh aturan yang kelihatan kejam namun seakan melegalkan permabukan. Nah, contoh sikap acuh tak acuh dari masyarakat seperti inilah yeng kemudian kerap membuat tradisi mendhem menjadi tumbuh subur dan makin mengakar.

Hal ini lumrah terjadi di berbagai daerah, dan bukan hanya di daerah saya saja. Bisa diambil garis pokok bahwasanya Masyarakat selama ini memang belum terlalu maksimal dalam mengupayakan usaha menjauhkan generasi muda dari pengaruh Miras. Seandainya ada, mungkin hanya berupa upaya beberapa warga kampung atau aparat desa yang memasang spanduk tentang bahaya Miras. Kecuali untuk wilayah-wilayah yang punya basis keagamaan yang kuat, praktis belum ada langkah yang serius dan tegas dari aparat desa dan masyarakat untuk memerangi Miras. Usaha untuk mengurangi dampak Miras dianggap masih merupakan ranah dan kewajiban pihak kepolisian, padahal sebenarnya, masyarakat punya andil dan tanggung jawab yang cukup besar terhadap masalah Miras, karena dalam masyarakat itulah berputar keras roda peredaran minuman keras.

Lantas? bagaimanakah seharusnya? Jelas sekali bahwa masyarakat dituntut untuk lebih bisa protektif dalam menghilangkan bahaya dan pengaruh buruk minuman keras, caranya? Banyak sekali, contohnya menggalakkan program sweeping minuman keras setiap malam minggu atau di akhir pekan. atau bisa juga sering mengadakan acara masak bersama di kalangan pemuda dan remaja di waktu akhir pekan, atau bisa juga dengan mengaktifkan organisasi kepemudaan Masjid atau Karang Taruna. Hal ini bertujuan untuk menyibukkan para remaja dan pemuda dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat agar terhindar dari godaan minuman keras yang terkutuk. Intinya, akan selalu ada jalan untuk menjauhkan minuman keras dari kehidupan bermasyarakat, selama diawali dengan niat yang kuat dan disertai dengan kebulatan tekat dan kerjasama masyarakat yang erat.

Hal ini akan lebih mantap lagi jika pemerintah bisa ikut aktif dalam memperketat perizinan peredaran minuman keras, karena selama ini berdasarkan pengalaman saya, minuman keras sangat mudah sekali didapat. Sehingga dengan makin diperketatnya izin peredaran minuman keras, harapannya, para produsen dan pengedar minuman keras akan berkurang, dan dampak penyebaran minuman keras pun bisa semakin ditekan.

Yah, Kita berdoa saja, semoga saja anak cucu kita terhindar dari dampak negatif minuman keras dan sebangsanya. Aamiin




Sawer blog ini

7 comments :

  1. Wah, ditempatku juga namanya mendhem mas. pokoknya kalau sudah malam minggu, perempatan jalan kampung sudah menjadi milik mereka sang peminum tuak...

    ReplyDelete
  2. Sekedar ngopi : wah, ternyata istilah mendhem sudah cukup me-nasional thoh, hehehe

    ReplyDelete
  3. waduh bahayanya neh kalo para pemuda banyak yg ikutan mabuk. jadi inget lagu bang rhoma," minuman keras, mi ras, apapun jenismu uu uu uu// tak akan kusentuh lagi... la la la"..

    ReplyDelete
    Replies
    1. dan tak akan kuteguk lagi wlau setetes... setetes.. hehehe

      Delete
  4. Sahabat Komunitas Pejuang #AntiMiras

    Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh,

    Dalam berbagai kesempatan dialog, diskusi dan pertemuan lainnya, kita sepakat untuk menjadikan Gerakan Nasional Anti Miras adalah sebuah Gerakan Massal Masyarakat atas kesadaran terhadap bahaya latent yang diakibatkan oleh minuman beralkohol (minol) dan minuman keras (miras), khususnya bagi Anak dan Remaja di bawah 21 tahun;

    Sehubungan dengan itu, kita akan melaksanakan Traning for Trainers yg akan dipandu oleh teman2 dari @KomunitasSM dan @AntiMiras_ID , pada:

    Hari/Tgl : Sabtu-Minggu 6-7 Juli 2013
    Jam TFT : 08'00-17'00 wib
    Tempat : Rumah Damai Indonesia
    Jl H Saabun No20, Jatipadang, Margasatwa Pasar Minggu, Jakarta Selatan

    kiranya Sahabat dapat mengirimkan minimal 2 orang calon peserta, yang terlebih dahulu akan diseleksi dari data yang diisi calon peserta melalui formulir:

    http://www.mediafire.com/download/vb9pcdaiphf5p2k/FormPendaftaranTrainer.pdf

    Keikut-sertaan Sahabat dalam upaya2 Gerakan Nasional Anti Miras, InsyaALLAH akan meningkatkan kesadaran semua stake holder terhadap bahaya minol dan miras, khususnya Pemerintah dalam mengendalikan penjualannya.

    Training for Trainers Pejuang #AntiMiras - bhadiah HP Android Samsung Galaxy CHAT http://chirpstory.com/li/93088

    #BlogPost Training for Trainers Pejuang #AntiMiras

    http://antimiras.com/2013/07/training-for-trainers-pejuang-antimiras/

    Salam Sehat #AntiMiras
    @fahiraidris

    ReplyDelete
  5. Lha neng daerahku pas kegiatan remaja masjid we yo tetep ono sik mendhem je, jarene "ben dalane luwih padhang" hahaha. Angel le arep dho mandhek, mendhem ki wes genetik :)))

    ReplyDelete
  6. wadow...ora neng kana, ora ng kene pada ya? padahal nek wes tua nyesel loh.. ki tanggaku mantan peminum ulung, saiki jarene isin

    ReplyDelete

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger