Buku berjudul "Pekerja di Djawa Tempo Doeloe" ini bisa jadi merupakan salah satu buku yang paling gamblang menjelaskan kondisi perekonomian rakyat Jawa di masa Kolonial Belanda di medio 1890-1940-an. Betapa tidak, buku setebal 208 halaman karya Olivier Johannes Raap mampu menampilkan ratusan potret kehidupan masyarakat pekerja di Pulau Jawa yang didapat dari koleksi kartu pos dan foto kuno milik penulis yang jumlahnya mencapai ratusan. Dalam setiap foto, Olivier Johannes menambahkan ilustrasi dan keterangan yang jelas dan menarik seputar foto tersebut. Maka tak heran jika buku terbitan Galang Press itu langsung menjadi best seller di kelasnya, cetakan pertama sebanyak 3000 eksemplar langsung ludes hanya dalam hitungan bulan.
Nah, menilik karya yang bagus dari seorang Olivier Johannes Raap ini, Komunitas Kota Toea berinisiatif untuk menggelar acara bedah buku "Pekerja di Djawa Tempo Doeloe", tak tanggung-tanggung, Sang Penulis, Olivier Johannes didaulat langsung untuk menjadi Narasumber.
Bertempat di Latar Kuncung bawuk Mertoyudan, Hari Kamis malam, tanggal 19 september 2013. Latar kuncung bawuk yang mempunyai bangunan inti berbentuk Joglo lawas dinilai cocok dengan tema buku yang dibedah, yaitu Tempo Doeloe, terlebih dengan adanya hiburan musik keroncong yang dibawakan dengan sangat indah dan merdu oleh seniman Latar Kuncung bawuk membuat suasana bedah buku malam itu terasa sangat berkesan.
Acara bedah buku ini berlangsung meriah dan sukses. Peserta membludak, bahkan sampai ada beberapa peserta yang tak kebagian modul materi ringkasan buku yang sudah disiapkan oleh panitia. Sebagian besar peserta berasal dari kalangan pelajar (terutama anak SMA 4 yang datang khusus atas ajakan sang guru sejarah).
Magnet Olivier Johannes Raap yang di dunia maya lebih dikenal sebagai Priambodo Prayitno memang benar-benar dahsyat, terbukti dari banyaknya peserta yang hadir, banyak diantaranya yang berasal dari luar daerah, diantaranya Klaten, jogja, Solo, bahkan sampai ada yang berasal dari Pamekasan. Semuanya khusus datang ke Magelang untuk mengikuti acara bedah buku Olivier Johannes ini.
Acara bedah buku dimulai sekitar jam setengah delapan malam, setelah sebelumnya didahului dengan penyerahan cindera mata dari Komunitas Kota Toea Magelang kepada Mas Olivier Johannes, hiburan keroncong, dan juga acara mengheningkan cipta sejenak untuk mengenang Mas Yusuf Kusuma, salah satu anggota Komunitas Kota Toea Magelang yang baru saja meninggal dunia.
Olivier Johannes, sang meneer yang lebih senang dipanggil dengan panggilan Mas Oli ini sudah berkali-kali datang ke Indonesia, sehingga iapun sangat lancar berbahasa Indonesia.
Kalau boleh dibilang, buku karya Mas Oli ini lebih pantas dibilang sebagai kliping yang dibukukan, hanya saja materinya bukan dari koran atau majalah, melainkan gambar foto kuno maupun kartu pos. Maka tak mengherankan jika acara bedah bukunya lebih bersifat retelling tentang keseluruhan isi buku.
Dalam pemaparannya, Mas Oli menjelaskan tentang berbagai profesi mata pencaharian yang dijalani oleh masyarakat jawa di masa kolonial dari mulai pejabat tinggi sampai pekerja rendah, dari mulai penduduk pribumi, chinese, sampai ekspatriat, semuanya dikupas tuntas oleh Mas Oli.
Berbagai profesi yang dipaparkan antara lain pedagang kecil (tukang kopi, penjual semanggi, penjual tebu, dll), pertokoan dan warung (warung makan, rumah madat, toko alat kerja, dll), kerajinan (pembuat tikar, keris, wayang, genting, dll), pengabdi dan penjual jasa (babu, kusir sado, pemukul gembreng, dll), keahlian (bekerja bangunan, tukang pijat, dukun, dll), seniman (pengamen, penari ular, tayub, dll) pemerintahan (peronda, abdi dalem, prajurit, dll), pertanian dan perikanan (penumbuk padi, pengupas kapuk, pencari kayu bakar, dll), perindustrian (pabrik es, rumah jagal, penggilingan kedelai, dll).
Pembawaan mas Oli yang ramah dan hangat membuat suasana bedah buku menjadi sangat cair.
Acara bedah buku ini terbilang sangat interaktif, hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan yang diajuakan oleh peserta bedah buku pada Mas Oli di sesi tanya jawab yang kesemuanya bisa dijawab dengan cukup memuaskan oleh Mas Oli.
Di penghujung pemaparan, Mas Olivier Johannes menceritakan proses bagaimana ia bisa mengumpulkan foto-foto dan kartu pos jadul yang menjadi koleksinya. Butuh waktu sampai delapan tahun bagi Mas Olivier Johannes untuk bisa mengumpulkan koleksi-koleksinya, sebagian besar ia dapatkan dari pasar loak, sebagian lagi ia dapatkan dari penjual online.
Acara bedah buku akhirnya usai jam setengah sebelas malam. Di akhir acara, seperti prosesi bedah buku umumnya, Mas Oli sebagai penulis dengan ramah melayani para peserta yang berebut tanda tangan dan meminta foto bersama.
Acara dipungkasi dengan foto bersama Mas Olivier Johannes beserta seluruh peserta di depan Latar Kuncung bawuk. Hhh, sungguh acara bedah buku yang sangat menarik, berkesan, dan bermanfaat, semoga kedepannya, Komunitas Kota Toea Magelang bisa kembali menggelar acara bedah buku dengan Narasumbe lain yang tak kalah berkelas dari Mas Olivier Johannes. Salam Budaya!!
Foto-foto oleh : Pak Widoyoko Magelang
mantap mas ;)
ReplyDeleteKapan iki mas Hamid Nyusul reportase-nya?
Deletetjap toedjoeh djempol boeat itor tjerita.....
ReplyDeleteTjap Djagung Super boeat jang ngasih komentar.. Matoer Soewoen Kisanak atas apresianja
Deletesip markosip
ReplyDeleteSiapa dulu dong yang moto pak, hehehe
Deletememinjam istilah pak Gub KTM: sangat luar biasa sekali
ReplyDeleteWahahaha, iya mas.. itu andalan mas Bagus...
Deleteasiik sekali acaranya.. repostasenya juga keren, :)
ReplyDeletesalam hangat dari bandung,
Iku fotone hasil sotoshop juga yo mas
ReplyDeleteAku gugling tentang Om Oli ini eh ketemunya blognya sampeyan.
ReplyDeleteDulu waktu SMA, suka chatting sama Om Priambodo iniii... pernah dapet kartu pos dari dia juga. Yang kuingat dia ga suka tempe. *njuk*
Mas mbok aku mau dieditin fotonya dong :P
Maaf baru balas sekarang, sampai sekarang tempe belum makanan favorit saya. Untje punya fesbuk?
Deletesalut
ReplyDelete