Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Sang Anak Pesakitan

| Thursday, 22 May 2014 |

Beberapa waktu yang lalu, Bapak saya kebagian jatah untuk mengambil hasil nilai akhir adik pertama saya, Yuria. Dia sekolah di salah satu SMK swasta jurusan broadcasting. Pengambilan Hasil nilai akhir ini sekaligus juga disertai dengan pengumuman lulus atau tidaknya adik saya.

Sepulangnya dari sekolah, bapak nampak mesam-mesem ndak karuan.

"ada apa pak kok mesam-mesem sendiri? Habis dapet istri baru?" tanya saya.

"Gundulmu sempal!", jawab bapak singkat.

"Lha trus ngopo kok mesam-mesem sendiri, koyo wis gak duwe utang!"

Bapak pun kemudian langsung mengeluarkan bungkusan dari kresek dan membanting selembar kertas seukuran A4 di atas meja, "ki, adimu lulus, dan jadi lulusan terbaik, Sangar tho?", kata bapak sambil tersenyum pongah.

Mak jleb, modiar aku. Saya pun langsung tertohok.

Tentu bangga punya adik berotak encer, namun jelas, dibalik adik yang pintar, akan selalu ada kakak yang digoblok-goblokkan. Jadi jelas, laporan prestasi adik saya ini adalah awal dari cerita pesakitan saya hari itu.

Asal sampeyan tahu, saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Dan sialnya, bapak saya itu terlalu rapuh perasaannya. Terlalu mudah untuk terombang-ambing. Jadi tatkala salah satu dari ketiga anaknya mendapatkan prestasi yang cukup membanggakan, maka bapak akan langsung memuji dan menyanjungnya habis-habisan (bahkan cenderung kultus), dan sekaligus menjelek-jelekkan setengah mati dua anak lainnya.

Dan benar saja, malam harinya, saya dan adik kedua saya, Tia, menjadi bulan-bulanan pesakitan oleh bapak saya.

"Ki lho Gus, conto adimu kuwi, lulus SMK jadi lulusan terbaik, ndak seperti kamu, ndak ada prestasinya, nilai matematika pun cuma empat, Sudah jelek, bodho sisan! Koyo ngono kok pengin punya istri"

Tentu saya hanya bisa diam, karena memang malam itu adalah malamnya Yuria, dan malam itu peran saya memang hanya sebagai budak antagonis bagi kejayaan-nya. Saya pun sadar diri, karena dulu waktu UN SMA, nilai Matematika saya memang hanya 4,75, nilai yang jaraknya hanya sepermilimeter dari ambang batas nilai kelulusan. Tampar aku pak, Tampar.

Adik kedua saya pun tak luput dari 'serangan' bapak.

"Tu, mbakyumu bisa jadi lulusan terbaik, besok kamu juga harus nyusul, sinau yang rajin, jangan cuma bisanya sms-an terus, wis koyo juragan konter!"

Dan persis seperti saya, Tia pun hanya bisa diam, maklum, malam itu perannya juga sama seperti peran saya, budak antagonis yang seakan penuh pesakitan.

Tak cukup hanya dengan serangan lisan, saya dan Tia pun juga mendapat serangan psikologis yang cukup menusuk. Bayangkan, atas prestasinya, Yuria dibelikan seporsi pizza oleh bapak (makanan mewah yang bagi keluarga kami mungkin hanya selo untuk dibeli sebulan sekali), Saya dan Tia hanya boleh ikut makan kalau si Yuria sudah merasa cukup, dan ada sisa. Bajigur setan alas.

Sialnya, perlakuan menyakitkan ini akan terus berlangsung sampai beberapa hari kedepan, sampai euforia kegemilangannya habis.

Sebenarnya ini perlakuan wajar, dan saya rasa, banyak orang tua di luar sana yang memperlakukan anak-anaknya seperti itu. Namun tetap saja, bagi saya itu terasa sangat menyakitkan.

Saya jadi teringat beberapa bulan sebelumnya, saat saya jadi juara 2 sebuah kontes blog yang diadakan oleh salah satu perusahaan BUMN, dan saya mendapatkan hadiah uang beberapa juta rupiah.

Dan Jelas, Saat itu, bapak menyanjung dan memuji saya setengah mati, dan tak ketinggalan, juga merendahkan kedua adik saya dengan segala pesakitannya. Waktu itu, saya merasa seperti seorang pemenang sejati. Merasa sebagai anak paling unggul, anak yang paling bisa dibanggakan, kedua adik saya pun waktu itu hanya saya anggap sebagai pupuk bawang saja. Seakan-akan hanya saya seorang yang kelak bisa mengharumkan nama keluarga di kancah internasional.

Ah, mungkin itu yang sekarang Yuria rasakan. Semua memang ada waktunya, dan ada jatahnya. Kapan dipuji oleh bapak, dan kapan dicaci.

Kadang kok saya merasa kalau bapak saya ini adalah tipe penjilat ulung bagi ketiga anaknya. Bah, untung bapak saya masih cukup kere, karena kalau ndak, mungkin bapak sudah jadi politisi yang jilat sana jilat sini. Hehehe

Ampun pak, Aku Bocahmu!!!




Sawer blog ini

26 comments :

  1. ada saatnya untuk berjaya, bung! ;P

    ReplyDelete
  2. Ngakak bacanya.. Gapapa mas agus, mungkin mas agus memang berotak encer,, tapi saking encernya mas agus, otaknya sampe meleleh keluar.. Haha becanda. Masing2 insan manusia itu punya talenta masing2. Toh talenta mas agus ini, bs menghibur banyak org yg stress, memberi nilai tambah bagi hidup org lain. Pokoknya hidup mas agus!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Meleleh keluar wkwkwk kurang ajar iki

      Delete
    2. Wkwkwk, Meleleh keluar dengkulmu kuwi mbak... hehehe

      Delete
    3. Wkwkwkwk dengkulmu kuwi opo artinya toh mas agus? Tp suer loh ini sy ngakak begitu baca lagi. Mas Agus tampilken foto sekeluarga donkkk

      Delete
    4. cie agus, ada yg pengen kenal keluarga lebih deket. sukses yaa

      Delete
    5. (σ ื\:̲̅́:̲̅:̲̅̀/ื)σ "EAAAA.....!!" Kan penasaran gan aziz, gimana rupa kedua org tua yang sudah berjasa melahirkan mas agus hehehehe

      Delete
  3. di bangga,ke di elek2 tetep ae yo anake bapakmu dhewe to mas??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ha meh piye meneh, namanya juga hasil prakarya

      Delete
  4. njuk aku mbayangke adikku dimuni2 simbokku. mbakyune sekolahe kaporit2 lha deknen SD lulus kejar paket, SMP yo lulus kejar paket. saking ra kuate dimuni2 simbokku sidane minggat menyang Solo.
    dadi kuli bahagia.
    :D
    UN tahun wingi deknen gelem mangkat ujian kejar paket SMA.
    jare mbakku, jatahe otake adikku gari koret2an.
    anak ibuku 6, dari 6 yang paling lemah di pelajaran ya adikku itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk, ngenes mocone, Ha mbok mbakyu-mbakyu-ne kon do urunan otak, njuk disumbang ng adimu kuwi... wkwkwk

      Delete
  5. hahahahahhaha oalah gus gus... aku ajari po o ben iso menang kontes blog koyok peno :D

    ReplyDelete
  6. Setiap masa ada orangnya...
    Srtiap orang ada masanya...

    #mbuh gan jare sopo kui..

    ReplyDelete
  7. Hahahh....istilah "Gundulmu sempal!" kayaknya perlu dipatenkan Mas....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nek dipatenkan nanti takutnya ndak ada yg berani bilang... hehe

      Delete
  8. Aku suka kata2 ini Gus, Tu, mbakyumu bisa jadi lulusan terbaik, besok kamu juga harus nyusul, sinau yang rajin, jangan cuma bisanya sms-an terus, wis koyo juragan konter!.. Mak Jlebbb banget

    ReplyDelete
  9. Bapakmu punya ketegasan ketika salah satu anaknya berprestasi. Ketegasan supaya anak yang lainnya juga berprestasi membanggakan. Selamat buat adikmu, Gus. Lha, apa hubungannya nilai matematika dengan keinginan punya bojo? hehe..
    Aku ndelok woro-woro kopdar iku, foto satria berkuda jadi ingat bang haji hehe....terlalu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matursuwun atas apresiasi untuk adik saya kangmas...
      Wak Haji sekarang sudah tak berkuda...

      Delete
  10. Ojo melas Ngger...
    Ketika kau katakan, nakahtuki di depan penghulu nanti, itu akan menjadi sebuah prestasi terindahmu.. Walau pada akhirnya kau pun akan menikmati sebagai penjilat atau dijilat...
    (Catatan : nek akhire sido payu... hehe..)

    ReplyDelete
  11. menohok mas, dibalik adik yang pinter ada kakak yang goblok :((((

    ReplyDelete
  12. Mas Agus share tulisannya donk, yg menang kontes blog PLN

    ReplyDelete
  13. untunge mas agus, pak lan mbok ku ra koyo ngunu... lha nek pak karo mbok ku ngunu kui po ra modar di "antagonisi". la wong abak loro aku sing pekok. haha
    aku yo melu lomba pln, tp yo kalah.. tulisan ku karo cah TK apik gon ku titik bgt..
    salam kenal mas agus, seko way kanan- lampung.
    aku add fb mu wes gk iso,wrs penuh jare..

    ReplyDelete

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger