Setahun setelah dilahirkan dari rahim mulia ibu saya tercinta, saya tumbuh menjadi bayi yang trengginas dengan suara tangisan yang sangat kencang, dan susah untuk dihentikan. Mungkin tangisan saya termasuk tipe tangisan Falseto tinggi. Melengking namun nyaring.
Suara tangisan saya yang keras dan susah dihentikan ini pernah menjadi masalah tersendiri dalam keluarga saya.
Syahdan, suatu hari, bapak saya diberi tugas untuk momong saya yang waktu itu masih kecil kinyis-kinyis, usia saya baru genap satu tahun waktu itu. Bapak terpaksa harus kebagian tugas momong saya karena ndilalah emak (yang biasanya momong saya) sedang ada rewang (kerja bakti ibu-ibu di rumah tetangga yang sedang ada hajatan).
Sebagai sosok pria yang jarang sekali momong anak kecil, bapak tentu saja kurang cakap. Cara bapak memperlakukan seorang bayi sangat tidak elegan, tidak metodis, dan tidak sabaran.
Maka, ketika saya mulai menangis, yang dilakukan bapak bukanlah menimang-nimang saya seperti yang biasa emak saya lakukan, namun justru hanya bilang “mênêngo gus, mênêngo!”. Dan yang terjadi tentu seperti yang sudah bisa diperkirakan, saya tetap menangis dengan suara nyaring tanpa mau berhenti. Ya jelas lah, bayi baru umur setahun kok disuruh berhenti nangis cuma dengan “mênêngo gus, mênêngo!” lak yo mokal tho?. Kalau saja waktu itu saya sudah bisa ngomong, mungkin bakal saya jawab: “mbok tulung kecerdasanmu pak!”
Saya menangis tanpa kenal lelah. Bapak mulai gusar. Bapak pun mulai mencari cara lain, mulai dari ndolani saya pakai mainan, sampai ngipas-ngipasi saya. Sekali lagi, sangat tidak metodis. Dan itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah.
Sampai di suatu titik, bapak saya pun memuncak emosinya, bapak saya hilang kesabaran. Lantas, dibopongnya saya dan dibawalah saya keluar rumah, saya diletakkan begitu saja di atas tanah kebun dengan beralaskan bantal. Bapak saya berjongkok tak jauh dari tempat saya diletakkan.
“Mênêng ora!! mênêng ora!!” hardik bapak kepada saya yang masih saja terus menangis, bahkan kali ini lebih keras. Lagi-lagi, sangat tidak metodis. Cah bayi kok dihardik. Kejiwaanmu lho pak, kejiwaanmu. #GuyonLhoPak
Bapak saya terus menunggui saya yang tergeletak di atas bantal di atas tanah kebun di depan rumah saya itu. Berharap saya segera diam dari tangisan saya. Hampir 20 menit bapak saya jongkok, dan saya belum jua berhenti nangisnya. Saya sendiri juga ndak tahu, bagaimana saya bisa menangis sampai selama itu. Mungkin ada onderdil yang dol.
Barulah setelah setengah jam, saya berhenti menangis. Hardikan bapak rupanya ampuh, sungguhpun butuh waktu setengah jam untuk bisa bereaksi. Saya kemudian dibopong dibawa masuk ke rumah.
Nah, disinilah petaka dimulai.
Setelah kejadian di kebun depan rumah itu, saya justru berubah menjadi bayi yang pendiam. Sama sekali tak pernah menangis. Tubuh saya lemah. Badan saya terus menerus panas. Saya juga tidak ceria seperti biasanya. Sepanjang hari, saya hanya bisa tertidur dan terkulai lesu tak bertenaga. Mengutip istilah Sangobion, saya benar-benar kena 6L: Lelah Letih Lesu Lemas Lunglai Letoi.
Bapak pun menceritakan muasal kenapa saya bisa menjadi seperti itu. Dan bisa ditebak, emak ngamuk berat sama bapak.
Bapak agaknya sadar dan menyesal atas apa yang telah diperbuatnya.
Bapak yang tadinya adalah seorang ayah yang tidak metodis, kini berubah menjadi sangat metodis, bahkan juga sistematis. Bapak mulai mendata populasi dokter anak yang ada di Magelang dan sekitarnya. Satu per satu dokter anak pun didatangi, tak lain dan tak bukan hanya untuk mengobati saya. Sudah tak terhitung berapa dokter spesialis anak yang sudah didatangi. Namun sama sekali tak membuahkan hasil. Saya tetap murung dan tidak bergas. Bapak pun bingung setengah mati.
Kata tetangga, saya jadi murung dan pendiam karena kena sawan. Kata tetangga yang lain, saya jadi begitu karena saudara ghaib saya (istilah jawanya Kakang kawah adi ari-ari) ngambek karena saya diperlakukan sembrono dengan diletakkan begitu saja di kebun di depan rumah.
Bapak pun kemudian mencoba mendatangi beberapa orang pinter, dan hasilnya masih juga belum memuaskan. Bapak dan emak semakin khawatir.
Hingga akhirnya, bapak saya bertemu dengan salah seorang kawannya yang bernama Agus Ngentak. Dia kawan bapak semasa bapak masih kerja jadi kernet angkot. Oleh si Agus Ngentak ini, bapak saya diberi saran agar saya dibawa ke tempat seseorang bernama Bu Hesti, beliau adalah orang pinter yang biasa mengatasi permasalahan seputar sawan anak-anak.
Bapak saya akhirnya menuruti saran Agus Ngentak. Saya lantas dibawa ke tempat Bu Hesti di daerah Mayongan, Tegalrejo.
Di sana, Bu Hesti seakan sudah tahu dengan permasalahan bapak.
“Wah, kalau ini, mau dibawa ke dokter anak manapun ndak bakal sembuh pak, beruntung sampeyan bawa anak sampeyan ini ke tempat saya!!”, kata Bu Hesti kepada bapak saya.
“Ini anak saya kena penyakit apa bu?” tanya bapak.
“Biasa, sawan bocah!!”, jawab bu Hesti singkat.
“Bisa sembuh tho bu?”
“Bisa, nanti dibantu doa!!”
Singkat cerita, bapak pun diberi petunjuk sama Bu Hesti. Katanya, kalau bapak ingin saya sembuh, saya harus dimandikan di air yang sudah diberi campuran daun jeruk, debog bosok (batang pisang yang sudah busuk), dan kêmbang macan kêrah.
Bapak saya pun menuruti apa yang diinstruksikan oleh Bu Hesti, dan benar saja, dua hari setelah saya dimandikan, saya pun kembali segar. Saya kembali sehat, bergas, dan bisa menangis lagi.
Bapak dan emak pun ayem.
Semenjak saat itu, Bapak saya ndak berani lagi memperlakukan saya dengan sembrono. Kalau saya menangis tak terkendali, sebisa mungkin bapak saya akan menahan emosi dan kesabarannya. Seemosi-emosinya bapak, bapak ndak bakal mungkin berani meletakkan saya lagi di kebun depan rumah saya. Bapak tentu tak ingin insiden di atas terulang kembali. Paling bapak hanya bisa menggerutu pelan: “Oalah gus, kowé ki, nangis nyusahi, ora nangis tansoyo nyusahi!!”.
Nah, melalui kisah singkat saya ini, saya ingin memberikan pesan kepada para orang tua muda yang baru saja dikaruniai anak, sabarlah dalam mengurus dan mengasuh anak. Jangan mudah emosi, anak kecil memang sering membuat ulah dan sering merepotkan para orang tua, tapi justru disitulah seni perjuangan orang tua dalam membesarkan anaknya. Ingat, anak adalah satu dari tiga perkara yang kelak bisa menolong dan mendongkrak klasemen amal anda di alam kubur nanti.
Trimo Mulgiyanto, Bapak saya, 47 tahun, trengginas dan bisa diandalkan
Ini adalah tulisan ke-tujuh tentang bapak saya yang pernah saya tulis, berikut ini adalah beberapa tulisan tentang bapak saya yang mungkin anda tertarik untuk membacanya:
Tinky Winky: Solusi Terapi Masuk Angin. Bisa dibaca Disini
Bapak Saya dan Soal Penghapusan Hansip. Bisa dibaca Disini
Pesugihan Terlarang. Bisa dibaca Disini
Bapak Kesetrum Baju. Bisa dibaca di buku saya Jomblo Tapi Hafal Pancasila
Asmara Emak dan Bapak. Bisa dibaca di buku saya Bergumul dengan Gusmul
Pengkhianatan 212. Bisa dibaca di buku saya Bergumul dengan Gusmul
gus gus .... masih cilik udah bikin riweuh, dan sampe sekarang masih aja bikin riweuh orang baca .. *nahan ngakak*
ReplyDeleteHahaha, mungkin saya terlahir memang untuk menguji kesabaran orang-orang di sekitar saya mas... :) hehe
Deletenunut ngguyu gus. salam nggo pak trimo mugo2 sehat terus lan tambah sabar ngadhepi awakmu sing ribut pengin rabi ning durung kètok jodhone
ReplyDeletehahaha, ndilalah cen hurung ketok, mbuh sesuk esuk piye...
DeleteWe suwe ndak denger istilah: Kembang Macan Kerah. Yok opo kuwi wujude?
ReplyDeleteHahaha, yo pokoke koyo mono kae mas...
DeleteKlo dilihat dari riwayat kecil mu gus. "kena sawan bocah."
ReplyDeleteSudah di pastikan sekarang ini agus "kena sawan joko"
Mandi kembang 7 rupa gus!!!!
Hahaha, lambemu mas.... :) jiannnn
DeleteWooh memper mas
ReplyDeleteHahaha, kandhani og...
Deletekok mirip artis diding boneng yo gus heuheu
ReplyDeleteBapakmu ko putih gus?
ReplyDeleteHayo jelas, perawatan kok... :)
DeleteGus mul mirip banget sama babenya..hihi
ReplyDeleteHahaha, lha kalo ndak mirip malah bahaya...
Deleteojo sok misuhi bapakmu gus, kuwalat sawanen rabi tahun ngarep kapok kowe!!
ReplyDeletehahaha... kuwi aku ra misuh kok, mung shock therapi
DeleteSesuk rek wes rabi ojo nyusahi bojomu Gus :-D
ReplyDeletehahaha. Insha Alloh mas..
DeleteIngat, anak adalah satu dari tiga perkara yang kelak bisa menolong dan mendongkrak klasemen amal anda di alam kubur nanti.
ReplyDeleteKalimat yang fangkeh Gus...jempollah pokoknya..!!!
wah, suwun mas jempole,
DeleteDari senyum nya bapak, sangat terlihat jelas dominasi gen nya di kamu gus hehe.. :p
ReplyDeletewah, iya ya... sampeyan bukan orang pertama yang bilang begitu
DeleteHua hua...Asli kadang nek wes nesu, esmosi membawa petaka.. Wajar sang bapak memang kekurangan Hormon estrogen...Gampang Nesu.. mulane si Bapak kudu sering dikasih sentuhan wanita...
ReplyDeletewahaha, bener kuwi.... wanita ada untuk menenangkan pria
DeletePesanmu ki jiann rodo ndhisik'i pengalamanmu, koyo wis tau rabi wae...:)
ReplyDeleteHayo kolo-kolo nyolong start tho yo...
Deletekowe kembar karo bapakmu gus ?
ReplyDeleteHa nek ra kembar malah nyamari tho yo....
DeleteBaru tau saya Gus ada namanya penyakit gaib sawan bocah. Mungkin lain daerah lain nama. Beruntung sampeyan dibawa ke Bu Hesti, jadi sembuh. Lha, saiki mesti dibawa ke Bu Hesti maneh, biar jodohmu itu cepat datang hehe...
ReplyDeletekalau di tempat mas Alris namanya apa mas?
Deletesenyumnya sama kayak bapaknya ya :)
ReplyDeletekalau ndak sama justru berbahaya.. hehe
Deletesetelah melihat foto bapakmu, aku jadi faham skrg gus...
ReplyDeleteAlhamdulillah bapakmu masih diberi kesabaran, coba kalo seandainya dulu beliau lupa naro bayi agus di kebun, mungkin blog ini gak akan pernah ada...
ReplyDeleteTapi btw, Wajah bapakmu kok mirip sampeyan ya mas Agus??!
nek ra mirip malah berbahaya mas.. hehehe
DeleteDan artikel ini malah tak share karo bojoku gus 😂😂😂😂
ReplyDeleteSungguh ilmu parenting yang absurd 😒
semoga manfaat mbak... hehehehe *manfaatndasmusempalgus
Deletehehehe apik tenan
ReplyDeletehayo jelas, bapakku je...
DeleteOalah... bukumu wes teko mneh to gus... aku ngenteni yo.. (gratisane hahaha)
ReplyDeletehurung terbit mo, seh suk akhir januari
DeleteKuwanen tenan sampean :v
ReplyDeleteMung arep melu komen wae, malah ngarani aku ki robot.. sempre sekali :v
lha sing kuwanen hudu aku, tapi blog'e
Deletepesen ning artikel iki kanggo sing moco tok, opo kanggo sing moco+sing nulis mas? wkwkwkwkw :v
ReplyDeletesungguh trengginas sekali pesannya, saya suka saya suka :D
untuk semuanya... kan iki blog sejuta umat.. hehehe
Deletewajah bapak sampeyan kyk artis boneng tu loh guus.. :)
ReplyDeleteHahaha ketoke kenal foto kui...ngerti ra sopo kui sik moto?
ReplyDeletehahahaha... sopo sing moto mbak...
DeleteIsih untung ra dijeblesne uwit gedang gus
ReplyDeletekandhani og
Deletemelalui kisah singkat saya ini, saya ingin memberikan pesan kepada para orang tua muda yang baru saja dikaruniai anak, sabarlah dalam mengurus dan mengasuh anak. Jangan mudah emosi, anak kecil memang sering membuat ulah dan sering merepotkan para orang tua, tapi justru disitulah seni perjuangan orang tua dalam membesarkan anaknya.
ReplyDelete^^ ingat pas wes gede, biasane lebih nyusahi gus
pesan moral yang bagus mas agus untuk pembelajaran bapak muda yang labil hahaha
ReplyDeletelucu dan sangat inspiratif banget mas agus,,, hehehe
ReplyDeleteApiiikk..."trengginas" itu apa artinya mas?
ReplyDeleteowalah anake mas trimo to
ReplyDeleteapik tenan mas.. sangat menginspirasi
ReplyDelete