Pertarungan abad ini antara Manny Pacquiao melawan Mayweather Jr memang sudah berlangsung lebih dari seminggu yang lalu. Namun hingga kini, masih saja banyak orang yang terus membicarakan tentang pertarungan tersebut, terutama tentang kekalahan Pacquaio yang dinilai penuh intrik dan manipulatif. Ini wajar saja, namanya juga supporter (Hal ini sesuai dengan hukum olahraga no.241: “Supporter berhak nyocot”). Padahal Pacquiao sendiri sebagai pihak yang kalah sudah mengaku legowo dengan kekalahannya tanpa harus menggugat ke MK.
Jujur saja, saya ini sebenarnya tidak terlalu suka dengan olahraga tinju, maklum saja, saya ini kan pria yang terlalu berperasaan, jadi suka ndak tegaan kalau harus melihat dua manusia saling hantam dan saling menyakiti satu sama lain. Saya lebih suka olahraga catur, olahraga yang bagi saya lebih menjunjung prinsip welas asih, olahraga yang penuh dengan nuansa pengorbanan, saling serang dan saling tikung, namun tak ada satu insan pun yang tersakiti.
Mangkanya, begitu ada kabar heboh soal pertarungan mas melawan Mayweather, saya tidak terlalu antusias. Saya ngetwit soal tinju pun semata biar dikira mengikuti perkembangan timeline. Lha habis banyak yang ngomongin tinju sih, jadi mau nggak mau saya harus ikut-ikutan, biar dianggap kekinian.
Beruntung bapak saya dulu pernah jadi petinju amatir, sehingga saya jadi punya sedikit pengetahuan soal tinju. Jadi kalau ngetwit soal tinju, ndak terlalu kelihatan awam-awam banget lah.
Mengikuti tren masyarakat, saya juga tertarik ingin membahas tentang kekalahan Pacquaio, tapi jelas bukan tentang hal teknis seperti yang dibahas oleh kebanyakan orang. Saya akan mencoba membahas tentang pelajaran-pelajaran asmara yang bisa diambil dari kekalahan Pacquaio. Apa sajakah? Monggo
1. Mujur tak selalu milik Protagonis.
Selain karena alasan “sesama warga asia tenggara”, alasan lain yang membuat saya ikut mendukung Pacquaio adalah karena si Mayweather lawannya si Pacquaio itu kemlinthi-nya minta ampun. Sumpah, andai keadaannya memungkinkan, ingin rasanya saya menggantikan posisi Pacman untuk bertarung melawan si Mayweather itu. (walau tentu itu mustahil, jangankan meninju wajah si Mayweather, untuk menghalau hantaman kenangan saja saya tak mampu).
Tapi sial, orang yang saya anggap kemlinthi dan menyebalkan itu ternyata menang melawan jagoan saya, Pacquaio. Gaya permainan Mayweather yang taktis dan defensif ternyata mampu meredam permainan menyerang khas Pacman. Ia pun akhirnya menang angka, cukup telak bahkan.
Hasil ini tentu tak terlalu menyenangkan, mengingat banyak sekali yang berharap agar Pacquaio yang menang, bukannya si Mayweather.
Pada akhirnya, kekalahan Pacquiao ini menyadarkan kita, bahwa tak selamanya yang kemlinthi dan menyebalkan itu bakal bernasib buruk. Ada kalanya seseorang yang dianggap menyebalkan dan kemlinthi justru mempunyai peruntungan yang baik dalam banyak hal.
Saya punya seorang kawan, yah, sebut saja namanya Songep. Si Songep ini orangnya kemlinthi dan menyebalkan sekali, banyak omong, lagi tidak jenaka. Tapi herannya, hampir setiap anggrek desa yang baru mekar bisa ia taklukkan hatinya dengan sangat mudah. Pokoknya, Setiap wanita yang ia pacari tidak pernah tidak cantik. Minimal nilainya 8 dari maksimal 10.
Sedangkan saya, sosok pria yang notabene adalah pribadi yang rendah hati dan menyenangkan, nasibnya justru tak semujur si Songep. Jangankan pacar cantik, untuk sekadar punya pacar yang standar saja saya susah.
Ternyata memang benar adanya, Mujur tak selalu milik kaum protagonis.
2. Jangan terlalu lena dengan kekuatan doa
Pacquaio dikenal sebagai petinju yang taat beribadah. Ia rajin membaca kitab suci, dan yang paling utama, ia senantiasa berdoa sebelum bertanding. Dengan trek record rohani seperti itu, jangankan masyarakat, Tuhan pun saya rasa akan ikut mendukung Pacquaio untuk menang saat bertanding melawan Meayweather.
Nyatanya, Pacquaio kalah. Doa-nya ternyata tak mampu menolongnya untuk memenangkan pertandingan. Ooooo, Tidak… tidak, saya tidak sedang meng-underestimate-kan kekuatan doa. Saya hanya sedang ingin memberitahukan poin yang kedua, bahwa tak selamanya seluruh perkara bisa selesai hanya dengan doa.
Gusti Alloh SWT memang senang kalau kita senantiasa berdoa kepada-Nya, karena itu menandakan, kita para manusia sadar diri sebagai makhluk yang senantiasa bergantung kepada Tuhannya. Namun begitu, perlu digarisbawahi, bahwa Tuhan juga berhak untuk mengabulkan atau menolak doa kita. Karena bagaimanapun, Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita.
Mungkin Pacquaio memang sengaja dibuat kalah oleh Tuhan agar dirinya tetap rendah hati. Karena bukan mustahil tho, kalau Pacquaio menang lalu ia malah berubah menjadi pribadi yang sombong dan gayanya sama-sama kemlinthi seperti Mayweather?
Nah, begitu juga dengan kita. Kita jangan terlalu mudah lena dengan kekuatan doa. Jangan terlalu yakin si doi bakal mendadak cinta sama kita hanya karena kita terus-menerus berdoa. Berdoa adalah perkara kita, sedangkan urusan hasil, itu urusan Tuhan.
Nyatanya, kita memang sering mendapati fakta, bahwa preman sekolah yang petakilan terkadang lebih mudah untuk mendapatkan pacar ketimbang anak-anak Rohis yang jadwal berdoanya mungkin lebih rutin ketimbang jadwal ngetwitnya Arman Dhani.
Coba bayangkan, berapa jumlah laki-laki yang pernah berdoa meminta kepada Tuhan agar bisa menjadi suami Dian Sastro? saya kira jumlahnya puluhan ribu, atau bahkan ratusan ribu. Toh nyatanya, yang jadi Suami Dian sastro tetaplah hanya satu orang, Ya si Indraguna Sutowo itu (Ciamik kali kau punya nasib bro!).
Dan ini adalah keniscayaan. Maka, tugas kita sebagai makhluk hanyalah bisa pasrah dan khusnuzon kepada sang maha Pencipta.
Kalau memang kita sudah berdoa dan ternyata tak berjodoh dengan si doi, yah, mungkin Tuhan memang ingin memberikan pasangan yang lebih baik. (maksudnya pasangan yang lebih baik… untuk dia, hehehe) atau mungkin Gusti Alloh memang sedang ingin menguji seberapa tangguhkah kita dalam usaha mengejar cinta.
Bisa jadi, Gusti Alloh memberikan kesempatan membujang yang lebih lama agar kita bisa belajar untuk meningkatkan kedewasaan kita. Bisa jadi, Gusti Alloh tidak memberikan kita pacar agar kita senantiasa terjaga dari fitnah. Atau bisa jadi, Gusti Alloh sengaja tidak memberikan kita pacar agar kita bisa lebih fokus untuk menjaga kedaulatan dan stabilitas nasional Negara kesatuan republik Indonesia ini. Bisa jadi tho?
So, Sekali lagi, jangan terlalu lena dengan kekuatan doa.
3. Menyerang saja belum cukup, bermain cantik lah
Pacquaio kalah. Ini di luar perkiraan. Karena selama pertandingan, Pacquaio terlihat lebih banyak menyerang ketimbang Mayweather (yang oleh banyak orang disebut lebih banyak berlari dan memeluk ketimbang memukul). Berkali-kali Pacquaio berhasil memojokkan Mayweather dengan jab, hook, maupun uppercut mautnya. Mayweather seakan limbung dalam pertahanannya. Mayweather terlihat tak berkutik karena hanya bisa sesekali menyerang balik.
Namun perlu diingat, walaupun Pacquaio banyak menyerang, namun pukulannya banyak yang meleset alias tidak mengena. andaipun kena, pukulannya tidak tandas. Sedangkan Mayweather memang sedikit menyerang, pukulannya jarang, tapi nyaris di setiap pukulan baliknya selalu telak mengenai sasaran, dan karena itulah ia mendapat poin mutlak. Dan pada akhirnya, ia lah yang keluar sebagai pemenang.
Teknik seperti ini tentu berlaku pula dalam dunia asmara.
Untuk mengejar perempuan, Kita butuh bermain cantik, bukan sekadar bermain menyerang secara beringas dan membabi buta tanpa meninggalkan kesan dan makna. Jangan seperti lelaki tanggung bulan yang cuma berani mbribik-mbribik halus, berlagak manis dan sok polos, malu-malu asu, padahal hasilnya: Nol besar.
Cobalah bermain cantik seperti kawan saya Nody Arizona, yang mampu bermain taktis ala catenacio, bermain kalem, kelihatannya tak pernah menyerang, tapi sekali ia menyengat, wanita manapun pasti akan dibuat menggelinjang dan menggeliat.
Lha kalau saya sendiri?
Saya sendiri? Please deh barbie. Saya ini pria flamboyan, jadi saya tidak bermain menyerang ataupun bermain cantik. Dalam asmara, Saya selalu menempatkan diri sebagai obyek, bukan subyek. Jadi, saya tak pernah berusaha untuk mengejar wanita, biarlah wanita yang mengejar-ngejar saya.
Karena Sekali lagi, saya ini tipe pria flamboyan.
koe menungso opo kembang gus? kok flamboyan
ReplyDeletesampeyan pancen ngeten maleh kok pakdhe...
ReplyDeleteFlamboyan, wes koyo regu Pramuka :D
ReplyDeletewah, ono kakak penggalang.. :)
DeletePantes rek rung tau pacaran, Gus :-D
ReplyDeleteRaga-ne pancen rung tau pacaran, tapi mentale mental don juan
Deleteflamboyam ke biasane disengat lho, wkwkkw ambek lanang podho ahaha..
ReplyDeletebtw, flamboyan po malu-malu asu gus?
tentang doa, kok njenengan gak sebut kalo 'doa' itu sebagai 'pengiring' dari 'usaha'. malah sampeyan minta pasrah. hehe mungkiin beda pandangan yaa
Sengaja tidak saya sebut karena semua orang sudah tahu akan hal itu mas
Deletejos pak
Deletenek sampeyan ki dudu flamboyan mas, bunga kamboja yak-e.
ReplyDeleteterbaiklah kang GusMus (y)
ReplyDeletehahaha, suwun mas.. eh, GusMul mas, bukan GusMus
Deletehahahaha... maaf mas, typo. Gusmul maksud saya!!
Deletehahahahah taek gus,,flamboyan barang.....
ReplyDeletekoyok jenenge gang ae....kekekekekekek
oalah, tak kiro koyo jeneng regu pramuka, koyo komentar'e mbak-mbak ng nduwur... hehehe
DeleteMalu malu asu... gus gus... hebat kamu...
ReplyDeleteguk guk guk....
DeleteHahaha... Nice share mas Agus, dari tinju bisa beralih ke asmara. Memang cuma mas Agus jagonya ngomongin soal asmara.. BTW, pria flamboyan itu apa ya...
ReplyDeletenek karo Beckham sewelas rolas sampeyan Gus!!!!!!!!!!!!1
ReplyDeleteKalo saya juri-nya pertandingan itu dimenangkan Pacquaio.
ReplyDeleteDoa itu makjleb kalo sudah berusaha dengan maksimal Gus. Lha, sampeyan udah "nembak" berapa kali kepada cewek yang ditaksir? hehe..
keren juga tipe pria flamboyan ini, ahaha.. pake segala nantangin myweather lagi gus, woalaahh... nantangin opo tho ?
ReplyDeleteWah agak dlewer2 tekan cari pacar ? Moga cepet dpt, biar materinya lbh berbobot ya. Amin.
ReplyDelete