Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Pengalaman Bermain Film

| Thursday, 20 August 2015 |

Dulu saya pernah ikut ekskul Teater sewaktu di SMA, namun saya hanya masuk satu kali, karena setelah latihan sekali, saya langsung berkesimpulan bahwa saya memang tak berbakat dalam dunia akting.

Mungkin ini sudah suratan Tuhan yang menakdirkan saya terlahir sebagai pria yang jujur, apa adanya, dan tak bisa bersikap berpura-pura (hehehe).

Main Film

Dulu, saya pernah satu kali main film, waktu itu, yang buat film adalah kawan dekat saya. Tapi, itu hanya sekadar film yang dibuat sebagai tugas kawan saya yang ndilalah ikut kursus videografi (kebetulan kita satu kursusan, tapi beda jurusan, saya ambil jurusan desain layout).

Film Clapper

Jadi film yang dibuat kawan saya waktu itu sama sekali belum memperhatikan esensi akting. Karena yang jadi penilaian utama waktu itu memang pengambilan gambarnya, bukan akting pemainnya.

Lha saya pun sekadar membantu jadi pemain, sebisanya (lebih tepatnya, karena memang ndak ada pemain lain, hehehe). Namanya juga sebisanya, aktingnya jelas wagu, padahal tanpa dialog lho. Ndak percaya? nih, lihat sendiri. (Please, jangan hujat saya)



*Silahkan kalau mau tertawa, saya akan maklum, wong saya sendiri juga geli kalau ingat film itu.

Empat tahun sejak saya main film wagu itu, alias enam tahun berlalu sejak saya lulus SMA. Saya sudah melupakan jauh soal ketidakmampuan saya dalam bermain akting. Hingga beberapa waktu yang lalu, mendadak, saya dihubungi oleh seorang Sutradara untuk mengajak saya bermain film. Katanya, wajah saya ini cocok untuk memerankan salah satu tokoh di film yang sedang digarapnya. Saya lantas disuruh datang ke studio.

Dua hari setelahnya, saya pun menyempatkan diri untuk datang ke studio.

Namun sayang, di Studio, saya justru tidak bertemu dengan Sutradara, karena beliau sedang ada urusan, saya akhirnya bertemu dengan Mas Koclok (yang kelak bakal jadi pelatih akting saya). Mas Koclok inilah yang bertugas untuk meng-casting saya.

“Kamu sudah pernah akting sebelumnya?” tanya dia sebelum mulai meng-casting saya.

“Belum pernah mas!” jawab saya singkat, semacam cari aman.

“Bagus, justru itu yang saya cari, saya pengin cari yang belum pernah berakting sebelumnya!”

Saya kemudian disuruh berakting sedih, disuruh berakting senang, disuruh berakting marah, dan disuruh berakting dengan aneka ekspresi. Namanya juga belum pernah akting, maka saya lakukan saja sekenanya, sebisanya.

Saya pesimis bakal berhasil. Karena sedari awal, saya juga tak terlalu berharap bakal lolos.

Jagad dewa bathara, Lha kok ndilalah, tiga hari setelahnya, saya dikabari kalau saya lolos jadi tokoh pemeran tersebut. Lha Saya kan jadi geli sendiri. Wong satu-satunya akting terbaik yang bisa saya lakukan mungkin hanya akting "melas" (itupun karena memang wajah saya sudah punya potongan melas, sehingga tanpa acting pun, mungkin orang akan susah membedakan). Sedang kalau untuk berakting bahagia, sedih, menangis, dan lain sebagainya. Jujur, saya masih-masih sangat belum piawai.

Oh ya, Saya baru ketemu sama Sutradara pada kunjungan saya yang kedua.

Perkenalan

Adalah Dona Roy, nama Sutradara yang menghubungi saya waktu itu. Setelah berkenalan dengan tingkat formalitas sedang, saya mulai di brief tentang film yang sedang ia produksi bersama tim.

Dona Roy Sutradara
Mas Dona Roy, Sutradara yang menghubungi saya


Beberapa kru Triumvirat Studio, yang menggarap film Jomblo juga Keren

Jadi, Film yang sedang diproduksi ini adalah project dari Dinas Kebudayaan dan Dinas Kesehatan Provinsi DIY. Judul film-nya "Jomblo Juga Keren". Dan entah mengapa, begitu mendengar judul film ini, saya kok langsung mak tratap. Naga-naganya, Judul film ini semakin menyadarkan saya, bahwa kelihatannya, "Jomblo" memang menjadi tuah yang baik untuk peruntungan saya. Hahaha

Di Film ini, Kelak, saya bakal berperan sebagai Roy (nama aslinya Suryo), seorang anak SMA yang wagu, yang jomblo, yang kemlinthi, dan tidak berani menembak cewek idamannya.


Umur boleh 24, tapi kalau disuruh macak SMA, lha kenapa tidak? baby face je


Sedang memikirkan kondisi umat yang senantisa mengkhawatirkan

Dalam Film ini, secara garis besar, ada enam tokoh peran utama, yaitu Roy (saya sendiri), Nana, Bagas, Intan, Pak Beye, dan Bu Merry. Selebihnya adalah peran pembantu.

Di antara enam tokoh utama ini, saya lah yang paling amatiran dan masih pemula. Karena saya memang belum tahu bagaimana cara berakting yang baik, selain itu, saya juga belum punya jam terbang. Berbeda dengan lima tokoh lainnya yang sudah punya jam terbang tinggi, seperti Pak beye (diperankan oleh Pak Susilo, atau yang oleh khalayak lebih dikenal sebagai Den Baguse Ngarso), Nana (diperankan oleh Vanda Mutiara, ia aktris muda berbakat, dia lah yang berperan sebagai Oetari di film Cokroaminoto), Bagas (diperankan oleh Carmel, Mahasiswa merangkap model), Intan (diperankan oleh Chelsea, juga seorang model), dan Bu Merry (diperankan oleh Yu Beruk, aktris senior dalam dunia seni peran Yogyakarta).


Vanda, Carmel, dan Chelsea. Bersama saya, kami berempat adalah empat sekawan

Hehehe, Di dunia apapun, jam terbang memang membedakan segalanya. Termasuk di dunia seni peran.

Proses Belajar

Saya tak menyangka, ternyata akting adalah sesuatu yang begitu kompleks dan luar biasa rumit. Lha betapa tidak, dalam akting, kita diwajibkan untuk bisa memainkan nafas, memainkan lirikan mata, dan memainkan segala gestur tubuh kita agar bisa lepas dari karakter diri kita sendiri.

Oleh Mas Koclok, saya diajari segala rupa teknik akting yang baik. Teknik penghayatan yang mendalam, juga teknik mengatur nafas. Saya ditempa agar bisa bermain akting menjadi seorang Roy.

Tak hanya dari mas Koclok, saya juga belajar dari pemain lain. Terutama Vanda dan Chelsea, dua aktris muda ini benar-benar nampak sudah matang dalam berakting. Dalam sesi latihan, Saya sempat dibuat takjub dengan akting menangis Chelsea yang sungguh demi apapun bisa nampak seperti tangisan asli.


Mbak Chelsea yang imut kawai, sayang, namanya Chelsea, bukan MU

Vanda juga, ia sangat piawai berakting marah. Saya sampai keder saat harus beradu muka sama dia, lha wajahnya itu lho, seperti benar-benar marah sama saya je, nyolot, untung dia-nya cantik ngedap-edapi, jadi semarah apapun dia, hati saya tetap adem kaya habis ditetesin Adem Sari Ching Ku.

Kata Sutradara, saya harus membangun chemistri dengan si Vanda, soalnya Si Vanda ini lah yang nantinya bakal berperan sebagai Nana, cewek idaman saya. Yang mana saya tidak berani menembaknya. Iya, saya memang pria lemah.


Kalau yang ini mbak Vanda, Cantik tho? lha yo jelas, Roy punya je...

“Cinta lokasi itu benar-benar ada kok gus, tenang saja,” kata Mas Dona setengah bercanda. saya hanya tersenyum kecut, sambil membayangkan, saya bisa pacaran sama Vanda. Hahaha

Kamera, Rolling... Action

Setelah menempa diri belajar akting selama 5 hari, akhirnya tiba jua waktunya syuting. Lokasi syuting diambil di beberapa tempat. Di Rumah penduduk di daerah Sleman, di Perumahan Hyarta, di SMA 11 Jogja, di jalanan Kotabaru dan Plemburan, serta di nol kilometer Malioboro.


Proses syuting di parkiran SMA 11 Yogyakarta


Di tangan mereka lah, cakep dan tidaknya saya ditentukan

Selama proses syuting ini, saya jadi tahu betapa rumitnya proses pengambilan sebuah adegan. Lha bayangkan saja, hanya untuk mengambil satu satu scene saya, bisa diperlukan sampai lima kali take, itupun pun harus dibagi menjadi beberapa shoot, karena harus mengambil adegan dari beberapa sudut pandang.

Maka tak heran jika untuk satu scene saja, bisa memakan waktu sampai berjam-jam lamanya.

Beberapa kali adegan terpaksa diulang. Ada banyak faktor, mulai dari faktor saya yang nge-blank lupa naskah, kesalahan kamera, kebocoran setting, bahkan sampai suara pesawat pun kerap menjadi pemicu pengulangan adegan.

Untuk adegan yang di-take di rumah ataupun di sekolah, saya merasa enjoy untuk berakting. Tapi kalau adegan yang di take di jalanan, saya merasa kikuk, karena harus ditonton banyak orang. Terlebih saat harus take di kawasan nol kilometer Malioboro yang sangat ramai dengan wisatawan.

Selama proses syuting, saya dibimbing penuh sama Mas Dona sebagai sutradara. Berkali-kali saya di-brief tentang bagaimana menunjukkan roman dan ekspresi sesuai dengan scene yang sedang diperankan.


Mendengarkan arahan pak sutradara, eh, Pak opo Om yo?


Sekali lagi, mendengarkan arahan Sutradara

Setiap beberapa menit sekali, tepatnya pas jeda shoot, make-up saya selalu diperbarui. Entah sudah berapa ons bedak yang menempel di wajah saya selama syuting, bahkan mungkin kalau saya ditampar, tidak akan terasa sakitnya karena saking tebalnya bedak.

Hal ini tentu sangat menyebalkan, karena saya memang sangat benci dengan yang namanya make-up. Untunglah, Mas Fandi dan Mbak Intan (koordinator bagian wardrobe dan make-up) beserta para asistennya pintar membujuk dan merayu. Jadinya saya terpaksa harus takluk berkali-kali dengan bujukan mereka.


Mbak Intan alias Mami, ujung tombak make-up para pemain


Mas Fandi alias Papi, ujung tombak yang lain


Make-up dulu, biar eksotis (Ini semua demi kamu Vanda, iya... kamuuu)


Bersama mbak asisten wardrobe yang imutnya nggak setengah-setengah

Lagian, wajar sih, namanya juga syuting, make-up harus selalu diupdate, katanya agar tak mempengaruhi kontiniti (begitu para kru menyebutnya), yaitu ke-konstan-an wajah untuk take berikutnya. Jadi kalau pas take 1 wajah si pemain cerah, maka pas take 2, kecerahan wajah si pemain juga sebisa mungkin harus sama seperti saat take 1. Nah, disitulah pentingnya pembaruan make-up.

Ah, jadi profesional memang susah ya.

Den Baguse Ngarso

Beruntung bagi saya, karena selain lawan main saya cantik lagi manis, Lawan main saya yang lain ternyata adalah tokoh idola bapak saya: Pak Susilo alias Den Baguse Ngarso.

Beliau ini yang nanti bakal jadi bapak saya di Film ini.

Den baguse Ngarso
Den Baguse Ngarso, idola lintas generasi

Selama proses syuting, saya dibuat kagum setengah mati dengan beliau. Lha betapa tidak, sebagai seorang aktor cum seniman senior, beliau sama sekali tidak menampakkan superioritas. Beliau senantiasa ngemong dan mampu membimbing pemain lain, termasuk saya yang baru belajar acting.

Beliau juga sangat sederhana dan bersahaja. Bayangkan, saat syuting, beliau bahkan sampai membawa nasi sendiri, juga wedang teh sendiri. Padahal saya yakin, kalau mau, beliau tinggal minta kru, maka makanan apapun yang ia minta pasti bakal dibelikan.

Den baguse Ngarso
Berdiskusi sama bapak sendiri, salah satu indikasi keharmonisan bapak-anak

Satu lagi yang sangat saya kagumi dari seorang Pak Sus adalah, ia sangat-sangat profesional. Ketika adegannya terpaksa di re-take sampai beberapa kali, beliau dengan santai mengiyakan dan manut saja, “Jenenge yo syuting mas, nek ora dibolan-baleni, hudu syuting jenenge!”, begitu kata beliau. Lha kalau saya, adegan terpaksa di re-take beberapa kali saja, saya pasti sudah mrengut dan mangkel setengah modar sama pak Sutradara.

Aneka adegan

Ada banyak adegan yang harus diambil, diantara sekian banyak adegan, adegan naik motor menjadi salah satu yang paling menyedot perhatian ekstra. Ini adalah adegan yang sederhana, namun bagi saya, justru menjadi adegan yang paling sulit. yaitu adegan saat saya berangkat sekolah naik motor Yamaha 70 butut. Lha betapa tidak, saya harus naik motor jadul tersebut dengan kecepatan konstan dan hanya boleh berjarak sekitar dua meter dari kamera yang dipasang di mobil yang melaju di depan saya.

Saya harus berakting sambil tetap memperhatikan jarak motor dengan mobil. Sangat susah.

Tambah susah lagi, karena ternyata, rem tangan motor ini sama sekali tak berfungsi, padahal saya selama ini terbiasa menggunakan motor matik yang jelas lebih dominan mengunakan rem tangan.

Tak heran jika kemudian adegan ini menjadi salah satu adegan yang paling banyak diulang.


Sanajan pit jadul, tapi tetep wani liaran... Aku og... hahahaha

Kalau adegan yang paling tidak mengenakkan, adalah adegan saat saya harus meminum habis satu gelas es sirup. Lho? minum es sirup kok tidak mengenakkan? Minum sirup memang enak, tapi kalau harus berkali-kali, ya kembung bosku... Lha gimana ndak, adegan minum sirup ini harus diulang sampai lima kali, sehingga total, saya harus menghabiskan lima gelas es sirup. Bodol bakule Orson...

Tapi ada juga adegan yang menyenangkan.


Celana boleh sempit, tapi hati harus tetap lapang. Bukan begitu pak Harmoko?

Tentu saja saya tak perlu menerangkan dimana bagian menyenangkannya. Gambar di atas saya pikir sudah cukup representatif. Saya yakin, kalian para pembaca sudah cukup dewasa untuk menyikapinya. Hahaha. Menang akeh booooskuh...

Pengalaman berharga.

Boleh dibilang, Pengalaman bermain di film "Jomblo Juga Keren" ini adalah pengalaman pertama saya main film (dalam artian film yang benar-benar film), pengalaman ini tentu akan menjadi pengalaman berharga yang tak akan pernah saya lupakan. Yah, setidaknya, ini bakal menjadi sebuah portofolio kehidupan tersendiri bagi saya.

Nulis buku sudah, jadi pembicara sudah, tampil di talkshow tv sudah, main film juga sudah. Tinggal melamar kamu saja yang belum.

Iyaaaa, Kamuuuuuu




Sawer blog ini

58 comments :

  1. tep menang akeh we gus,hahaha kapan lonching film e gus?

    ReplyDelete
  2. wah sekarang jadi bintang felm nih mas Agus 'Roy' Mulyadi. :)
    Kenapa perannya ga jadi ustadz jomblo aja mas, kaya di posting sebelumnya, biar lebih eksotis. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beban untuk mengurus umat ternyata terlalu berat untuk saya mas

      Delete
  3. Mugo tambah berkah uripmu guuss

    ReplyDelete
  4. Bar iki njuk koe iso turu rak, Gus?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nek ngantuk yo tep iso turu tho buooos, hahaha

      Delete
  5. Jian tenan we guss, menang telak iku .. multiuser eh multitalenta tenan dirimu .. di tunggu pilem e haha ..

    ReplyDelete
  6. joss tenan wes saiki..mulai munggah godhong hahaa
    pokok jo sampe lali kulite yo Sam :)

    ReplyDelete
  7. wah....seeep...seeep...semakin tambah terkenal...naskahe disimpen lho Gus, dinggo nambah koleksi museum GMM (Gus Mul Magelang)...juooooosssssss

    ReplyDelete
  8. Dari photoshop bisa jadi bintang film ya. Hebat mas Agus.

    Mampir ya ke blog gue:

    http://www.jomblo25tahun.blogspot.com/

    ReplyDelete
  9. pancen menang akeh dirimu gus gus, sakjose jos :D

    ReplyDelete
  10. Jomblo adalah passion kamu wkwk... semoga tidak jomblo selamanya :P

    ReplyDelete
  11. iki bakal metu neng bioskop pora gus ??

    #pengen dadi seg pertamax, kwkwkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. ora og, engko nek metu ng bioskop, nak ditonton saliramu, isin aku... :)

      Delete
  12. semoga lanjut ke film film berikutnya yo mas.
    amiiiiiiiin

    ReplyDelete
  13. Menang telak koe boskuhhh hahaha

    ReplyDelete
  14. Keren saiki dadi aktor.bentar lg jd seleb.salam buat vanda.witing tresno jalaran soko kulino

    ReplyDelete
    Replies
    1. weeee, wani-wanine ngirim salam nggo deknen, meh ngajak tempur ro aku? hahaha

      Delete
    2. Kalah telak aku.ora wani marang putra Tidar.moga hbis film ini dpt tawaran FTV lawan main PevPearce dalam judul "jomblo tenggelam dalam lautan asmara"

      Delete
  15. Biasanya ada istilah mahasiswa abadi, ini anak SMA abadi, bukan karena imutnya, please.

    ReplyDelete
  16. sekarang sampean tambah cucok mas . . .tak doakan sukses ya om . . . hehehe salam dari blogger blitar

    ReplyDelete
  17. Asisten wadrobe e wani nglamar ra gus? nek ra tak lamare..hahahahaha

    ReplyDelete
  18. Langsung kawin gus ojo pacaran mundak ono sing takok...koncone wis Malem Jum'atan kowe kok sik panggah Malem Mingguan....

    ReplyDelete
  19. huwiiikkk, menang akeh koyoke iki mas.
    film'e tayang nang bioskop ora mas?

    ReplyDelete
  20. sido dadi artis tenanan to gus...?
    Tak ngenteni filem bajakane wae yo

    ReplyDelete
  21. mantaff Pakdhe, mugo2 tambah sukses

    ReplyDelete
  22. Yo melu seneng atas kesuksesanmu,Le,,,,senajan isih prihatin,mergo fileme ora adoh2 saka pupu,,,,,,,

    ReplyDelete
  23. mas yang asisten wardroboe nya itu kuliah di solo ya..mahasiswaku kuwi mas agus :)

    ReplyDelete
  24. jadi bintang film bisa cepet kawin tuh haha

    ReplyDelete
  25. tiru gaya kiwil,jadi artis isteri langsung 3

    ReplyDelete
  26. Panjenengan pancen ngeten kok Gus *soodori jempol papat*

    ReplyDelete
  27. wah...ngaction saiki mas :D
    btw kapan iki film'e rilis? pengen nonto yo'an

    ReplyDelete
  28. bajigurrrr.... jan suangar, bariki ra melas maneh :D. wes dadi artis e. wkwkwk

    ReplyDelete
  29. top markotop.. gambar terakhir melu ngileri.. ngecap kabeh.

    ditungg rilisan pelem nya, wajib di TVRI br aman dr senggolan politik

    -kasamago

    ReplyDelete
  30. salam kenal mas Agus,

    hebat mas Agus jadi pemain film
    foto dengan asisten wardrobe itu lho mas
    pas sekali

    ReplyDelete
  31. iya betul.
    masih ingat saya sama den baguse ngarso.
    local hero scene di tvri jogja..

    ReplyDelete
  32. Sukses terus buat mas Agus, dari Partikelir sekarang udah jadi bintang Film. Mana tau 10 tahun kedepannya nanti udah bisa gantiin Tukul, eh maksud saya Joe Taslim mas Agus.....

    ReplyDelete
  33. Welah dalah wedus alas, sampeyan dadi salah satu peran utama mas. Salud karo sampeyan mas, saluuuuud...
    “Cinta lokasi itu benar-benar ada kok gus, tenang saja,” lah kok ndilalah lawan main mas agus kok yo ayu nemen, nek bener cinta lokasi bejo ndonyo akhirat mas -_-
    Seng paling mengena tetep adegan cubit bibir #eh pipi seng neng kolam renang mas. Sampeyan bener2 menang okeh sak kabehe mas :o

    ReplyDelete
  34. Waaahh... Mas Agus makin keren aja nih. Udah tayang di mana, mas? Masa di Jogja aja...

    ReplyDelete
  35. artikel yang sangat menarik, terimakasih..

    ReplyDelete
  36. Baru tahu Saya kalau Sampean pernah main film, Mantab Mas Agus, sukses selalu.

    ReplyDelete

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger