“Bajingan... pemerintah ini benar-benar bajingan!” maki Jumadi sambil membanting koran di atas meja di kios Es Degan milik Ndoro Trimo.
“Eee, e, e... kamu ada apa kok siang-siang begini sudah berani mbajingan-mbajinganke pemerintah?” tanya Ndoro Trimo sambil mlathoki degan-degan miliknya.
“Ini lho pak Mo, pemerintah ini kok kelihatanya ndak serius mengungkap dalang dibalik pembunuhan Munir, padahal sudah sebelas tahun berlalu, jangankan menangkap dalang pembunuhnya, lha wong eksekutor pembunuhannya saja cuma dihukum ringan, wis, pokoke bajingan lah pak mo!”
“Dimaklumi saja, Ju... dimaklumi saja.”
Jumadi adalah mahasiswa Jurusan Budi Daya Pertanian, dia masih terbilang sebagai mahasiswa baru, karena memang baru dua semester ia kuliah. Ia adalah salah satu pelanggan tetap Es Degan Ndoro Trimo. hampir setiap hari ia selalu mampir ke kios Es Degan ini, mungkin karena memang lokasinya yang tak terlalu jauh dari kampusnya.
“Gus, itu si Jumadi buatkan Es Degan satu, biar adem otaknya, kalau ndak cepet-cepet dibikin adem, bisa-bisa kios Es Degan ini pun nanti bakal ikut dibajingan-bajingankan!” Ndoro Trimo memberi instruksi kepada saya
“Siyap ndoro!” jawab saya mantap sambil cak-cek menyiapkan satu gelas Es Degan.
Saya sendiri namanya Gusmul, sudah dua tahun ini saya bekerja ikut Ndoro Trimo sebagai asisten. Saya sepantaran dengan Jumadi. Dulu setelah lulus SMA, saya ndak melanjutkan kuliah karena ndak punya biaya, dasar nasib lagi apes, cari kerja kok ya susah, untung saja ada Ndoro Trimo ini, ndilalah ia sedang butuh karyawan, saya dikasih kerjaan buat bantu-bantu di kios Es Degannya.
Ndoro Trimo sendiri masih ada hubungan saudara sama saya, walau agak jauh. Orang-orang memanggilnya dengan panggilan biasa: Pak Trimo, namun agaknya, ia punya setitik jiwa feodal, mangkanya, saya sebagai karyawannya diwajibkan memanggilnya dengan embel-embel “Ndoro”, jadilah saya memanggilnya dengan pangilan Ndoro Trimo.
“Ini Ju, diminum, biar adem otaknya,” kata saya sambil meletakkan segelas Es degan di atas meja di hadapan Jumadi, bersebelahan dengan koran yang tadi dibantingnya. Saya sempat melirik sebentar, di koran tersebut, tertulis headline yang cukup provokatif “11 tahun Munir: Belum juga tuntas”
“Gimana, Gus, menurutmu?” tanya Jumadi
“Gimana apanya?”
“Lha itu, Kasus Munir yang belum juga selesai,”
“Wah, aku ndak tahu je Ju, lha wong aku ndak terlalu mudeng sama kasus Munir,” jawab saya diplomatis, semata agar bisa menghindar dari perdebatan panjang dengan Jumadi. Maklum, berdebat dengan Jumadi soal dunia aktivis adalah salah satu pekerjaan yang bisa membuat saya menjadi tidak bergairah.
“Wah, kamu itu kok ya apatis banget tho sama perkara penting begini, mbok peduli sedikit, aku yang kuliahnya di jurusan pertanian saja tetap peduli sama urusan-urusan yang politis begini kok!”
“Hasyah, susah Ju, daripada mikir yang begituan, mending sibuk mbantu Ndoro mlathoki degan, lebih nyata khasiatnya, dan lebih nyata juga hasilnya.”
“Oalah, Pemerintahnya bajingan, rakyatnya ndak pedulian... mau jadi apa negara ini? Bobrok bakule slondok!“
Saya cuek saja dan lekas menghampiri Ndoro untuk mbantu mlathoki degan.
“Ndoro, itu kok si Jumadi bisa sebegitunya ya? jiwa aktivisnya itu lho, mburap-mburap, padahal kuliah juga baru dua semester,” tanya saya sama Ndoro Trimo, “Kalau saya sih sebenarnya juga benci sama Pemerintah karena ndak juga bisa menyelesaikan kasus Munir, tapi kan yo ndak pakai mbajingan-mbajinganke begitu,”
“Maklum Gus, Aktivis anyaran!” jawab Ndoro Trimo pelan, saya cuma terkekeh sambil sibuk membantu Ndoro saya mlathoki degan.
“Pak Mo, pamit dulu, ini uangnya di meja!” teriak Jumadi agak mengagetkan
Ndoro Trimo bangkit dari aktivitas mlathok-nya, “La kok buru-buru amat, mau kemana?” tanya Ndoro saya
“Mau cepet-cepet pulang, mau tidur, biar nanti malem bisa melek nonton bola, wong nanti malem, Liverpool main lawan Emyu,”
“Memangnya kamu ndukung siapa?”
“Ya ndukung liverpool tho pak Mo, mosok ndukung Emyu, iiih, najis...!”
“Ngakunya pro Munir, tapi kok ndukung Liperpul!”
“Lho, memangnya apa hubunganya pak Mo?” tanya Jumadi, kali ini ia kembali duduk di kursinya, menunda kepergiannya.
“Lha apa kamu itu lupa, Salah satu sponsornya Liperpul itu Garuda Indonesia lho Ju, maskapai yang konon katanya ikut andil dalam kasus pembunuhan Munir!”
Bagai disambar petir, Jumadi langsung mak jenggirat, kaget, kena touche yang kelihatannya sangat temapuk dari Ndoro Trimo.
Sebagai mahasiswa yang selalu mengklaim dirinya sebagai seorang aktivis dan ndilalah juga seorang pendukung Liverpool, Tentu perasaan Jumadi bergejolak hebat begitu mendengar apa kata ndoro saya itu. Wajahnya jadi nampak sangat sangat kecut dan njelehi, kalau saja ia bukan pelanggan setia Kios Es Degan ini, rasanya tak sudi saya memandangi wajah Jumadi berlama-lama karena saking kecutnya.
Pergulatan batin yang teramat dahsyat sedang melanda Jumadi, wajar saja, karena ia memang sedang dihadapkan pada dua pilihan yang baginya sama-sama pentingnya: Munir atau Liverpool.
Saya jadi kasihan melihat si Jumadi. Wajahnya itu lho, wagu-wagu asu.
Tapi untunglah, tak berselang lama, Jumadi segera bisa menguasai suasana, dan tampaknya, ia sudah punya pemecahan yang diplomatis. Hal ini terlihat dari raut wajahnya yang berangsur mulai terlihat normal dan tidak lagi njelehi.
“Ya sudah, untuk menghormati Munir, selama seminggu ini, saya tak absen dulu mendukung Liverpool pak Mo!” kata Jumadi mantap. “Atau gimana ya baiknya pak Mo? barangkali ada saran?” lanjut Jumadi
“La yo embuh, ra urusan, wong aku pendukung Emyu...!” kata Ndoro Trimo terkekeh. Saya ikut terkekeh, dan Jumadi pun pasang muka mecucu.
Hhhh, Menjadi pendukung Manchester United memang salah satu bentuk nikmat Tuhan yang tak terkira.
***
NB: Tulisan ini murni Fiksi, kalau ndilalah ada kesamaan nama atau tempat, itu memang disengaja.
Pokoke Emyu, hahaha
ReplyDeleteGlory Glory Manchester United pokoke...
DeleteGek nasibku toh dadi pendukung Liverpool. Wingi neng mojok wes disio-sio, lah iki neng wong seng biasa nulis neng mojok yo podo ae. Jian tenan kok haaaaa
ReplyDeleteKonsekuensi dadi cah Liverpool cen ngono kuwi... :)
DeleteUntunge kok yo wingi seng biru yo kalah. Dadi penyiksaanku rodo berkurang haaa
DeleteASEW ASEM... WAGU WAGU ASIUUU,,,WAHAHAHHA
ReplyDeletewagu wagu guguk...
DeleteUasem, fiksi je, wagu-wagu meong
ReplyDeleteGuk guk guk, meooooooong
DeleteHahaha , salam kagem pak Trimo , gus ...salam Hokya :D
ReplyDeleteGGMU
ReplyDeleteSindiran yang sangat halus, tapi yang disindir pura-pura budeg
ReplyDeleteTulisanmu jan sip tenan mas gus
ReplyDeletewoh emyu opo liperpul aku yo ora patio seneng nonton bal jhe ,lha nek kasus munir opo meneh ,lha tapi soal sponsore garuda indonesia tumpakane luweh penak jhe mbangane liyane wkwkwkwk
ReplyDeleteartikel yang menarik, terimakasih.
ReplyDeletego liverpool, ke laut emyu
ReplyDelete