Pagi hari seperti ini memang paling enak leyeh-leyeh di lincak di depan kios es Degan Ndoro Trimo ini. Lha namanya juga masih pagi, baru jam delapan, pembeli juga belum ada yang nongol. Biasanya, pembeli memang baru pada pating jedhul kalau sudah jam sepuluh-sebelas.
Tapi dasar saya cuma batur, asisten, pembantu, jadi ndak bisa seenaknya leyeh-leyeh seperti juragan saya si Ndoro Trimo itu. Lha kalau saya konangan leyeh-leyeh pas jam kerja, ancaman potong gaji biasanya dengan mudahnya menculat dari mulut Ndoro saya itu. Memang sih, biasanya itu cuma ancaman sambel, lha tapi kalau ndilalah beliau sedang khilaf dan motong gaji saya beneran gimana? Lak yo bobrok to lek.
Mangkanya, saya cuma berani leyeh-leyeh kalau ndoro saya itu pas tidak ada di kios, entah pas kulakan degan, atau pas beli plastik di pasar gotong-royong sana.
Dan rupanya, hari ini, Gusti Alloh sedang berbaik hati sama saya (lha memangnya sejak kapan Gusti Alloh tidak baik hati sama umatnya?). Ini hari, Ndoro Trimo stok degan sudah menipis, dan Ndoro Trimo harus kulakan degan. Saya jadi bisa leyeh-leyeh. Duh, saya kok serasa jadi buruh rasa ningrat begini ya.
Satu jam lebih saya klekaran di lincak, mat dan eco sekali rasanya, sampai tak sadar kalau ternyata Ndoro Trimo sudah pulang dari kulakan dan bahkan sudah berada di dalam kios sambil menata-nata gelas.
Wah, modar gasik saya, sayang sekali, pagi yang seindah ini terpaksa bakal saya lalui dengan dampratan dan ancaman potong gaji.
Tapi lagi-lagi, Gusti Alloh kelihatannya memang sedang berbaik hati sama saya. Lha alih-alih marah karena saya ke-gep sedang klekaran di lincak, Ndoro Trimo malah langsung mengajak saya diskusi. temanya berat lagi: Kabut asap Riau. Mungkin bagi Ndoro saya, kasus kabut asap di Riau lebih genting ketimbang potongan gaji saya.
“Itu lho Gus, kamu itu heran ndak tho sama kasus kabut asap di Riau, tiap tahun lho, dari dulu ndak pernah bisa ditangani,” kata Ndoro Trimo membuka keran percakapan antara kami berdua.
Saya langsung bangkit dan mengubah posisi saya, dari klekaran menjadi duduk biasa.
“Lha yo ndak heran tho Ndoro, wong tiap tahun yo ada saja kok hutan yang dibakar dan dijadikan kebun sawit,” jawab saya. “Lebih parah lagi, pemerintah seolah tidak peduli, karena sampai sekarang siapa saja otak di balik pembakaran itu juga kelihatanya belum tersentuh.”
“Welha, kamu kok jadi elok begini Gus, pinter menganalisa, bangga saya jadi ndoro kamu.”
“Siapa yang menganalisa Ndoro, wong itu tadi saya baca di internet kok”
“Woooo, semprul!”
Saya cuma terkekeh dan langsung masuk kios menyusul Ndoro Trimo yang sedari tadi sudah ubet menata gelas dan menggepuk es batu dengan pukulan yang begitu ritmis dan indah.
“Tapi kabut asap di Riau itu bener-bener ngeri lho gus,” kata Ndoro melanjutkan diskusi, kali ini di dalam kios.
“Ngeri gimana Ndoro?”
“Ngeri kok gimana, ngeri yo ngeri. Itu tadi aku baca berita, katanya ada anak SD meninggal dunia karena sulit bernapas akibat kabut asap.”
“Waduh, kok jadi kayak slogan bungkus rokok ya ndoro, Kabut Asap membunuhmu.”
“Lha yo itu, mangkanya kalau tidak segera diatasi, bisa gawat, bakal banyak nyawa yang melayang karena kabut asap ini.”
“Memangnya pemerintah sana ndak ngurus ya Ndoro?”
“Yo ngurus sih ngurus, tapi kok kelihatannya ndak niat!” Kata Ndoro, kali ini agak emosi. “Lha bayangkan saja, sudah tahu warganya sedang berjuang susah payah melawan kabut asap, ealah kok Anggota DPRD-nya malah sibuk dolan ke Norwegia, studi banding katanya.” lanjut Ndoro Trimo tambah emosi.
“Studi banding?”
“Lha iya, Studi banding. Mending kalau studi bandingnya ada urusannya sama asap, lha ini studi bandingnya saja malah studi banding teknologi budi daya perikanan je, apa ndak gemblung itu namanya?”
“Ya...Berbaik sangka saja lah Ndoro, ya siapa tahu ikan-ikan di Norwegia sana itu punya kemampuan khusus, cocot-nya bisa nyedot kabut asap yang pating kemebul itu.” Kata saya sambil terkekeh.
“Nyedot asap cocotmu kuwi...”
Saya makin terkekeh. Geli, apalagi sewaktu melihat Ndoro Trimo mengucapkan kata “Cocotmu” sambil bibirnya dimonyong-monyongkan, padahal tanpa dimonyong-monyongkan pun, bibir Ndoro Trimo sebenarnya memang sudah monyong dari sononya.
Belum rampung saya terkekeh, saya dan Ndoro Trimo mendadak dikagetkan dengan kedatangan Jumadi yang tiba-tiba saja sudah mecungul di pintu kios.
“Wah, ini dia, aktivis kita sudah datang Gus, mari sambut dia dengan sambutan yang semeriah mungkin gus!”
“Halah, rugi Ndoro... makhluk kaya gini ndak usah pakai disambut, wong paling beli Es Deganya juga cuma satu gelas thok, ndak nambah, hoo to Ju?” kata saya seraya memicingkan mata ke arah Jumadi.
Saya dan Ndoro Trimo kompak tertawa riuh. Jumadi yang diglendeng cuma nyengir kecut.
“Es Degannya satu, biasa, es batunya ndak usah banyak-banyak!” Kata Jumadi setengah teriak.
“Nah tho, apa kata saya Ndoro, cuma satu gelas thok, hehehe”
Sembari saya membuatkan pesanan Es Degan Jumadi, Ndoro mendekat ke arah Jumadi dan langsung duduk di sebelahnya.
“Eh, Jumadi, gimana tanggapanmu tentang anggota DPRD Riau yang malah ke luar negeri itu?” tanya ndoro seraya menepuk punggung Jumadi. Agaknya Ndoro saya itu sudah menemukan sparing partner yang mumpuni untuk diskusi soal kabut asap ini.
“Ah, parah Pak Mo, Pejabat-pejabat kita ini memang susah diandalkan, dan nggapleki. Lha kemarin Gubernur sama Wagub Lampung menggugat rakyatnya sendiri 50 miliar, sekarang anggota DPRD Riau malah dolan ke luar negeri saat rakyatnya kepontal-pontal kena kabut asap. Wis, pokoknya parah pak Mo!”
“Oalah, politisi kita itu memang asu-asu kok ya Ju!” saya nyeletuk sambil mengantarkan pesanan Es Degan si Jumadi.
“Hus, jangan bilang begitu, nanti kamu bisa kena pidana!” Kata Ndoro.
“Lho, pidana apa Ndoro? Pencemaran nama baik?”
“Bukan... Membocorkan rahasia negara!”
wahh mantep cerita pagi ini gus..ikut prihatin karo kabut asap nang riau n sekitarnya sono...moga cepet teratasi wis ngono wae...salam nggo ndoro mu pak nrimo... :-)
ReplyDeleteAamiin mas, ya mari kita doakan saja semoga cepat teratasi
DeleteSeorang Gusmul saja peduli asap Riau, masa DPRD-nya malah jalan-jalan... Pekok yo..
ReplyDeletehus, jangan membuka rahasia negara.... hahaha
Deleteprihatin riau
ReplyDeletePrihatin pemerintah.... :(
DeleteNdoro Trimo iku ayahmu ya mas agus?
ReplyDeleteaslinya iya... hehehe
DeleteWarung es degannya disebelah pundi nggih...?
ReplyDeleteDprd-ne rak gelem kalah ro koe, Gus. Koe bar dolan, cahe melu dolan. Pait tenan kok kui DPRD-ne
ReplyDeleteDan rupanya, hari ini, Gusti Alloh sedang berbaik hati sama saya (lha memangnya sejak kapan Gusti Alloh tidak baik hati sama umatnya?).....wah jan "sesuatu" banget........
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteprihatin karo nyuwon pendongane Mas Agus, mugo udan terus terkhusus ng Riau kono, lha iki wes tekak Tanjung Pinang kene jhe, nang moto wes puedhes.....
ReplyDeletesuu rahasia negara toh iku
ReplyDeleteiki nek mung kebetulan namaku di enggo ra masalah gus... tp nek dengan kesengajaan ko ono royaltinr loh... hehehe
ReplyDeleteSuwun mas agus dan kwn2 u doa dan dukungannya u km msy riau.. smg asap segera teratasi, amin.
ReplyDeletengoahahaha.... DPRD ne studi banding cara menghabiskan dan menipu rakyat yang lihai dan aman serta tidak merasa tertipu.wlaupun merasa teritpu, tp ndak bisa berbuat apa apa..ilmu panglimunan..wkwkwk
ReplyDeleteAku wae meh bali magelang penerbangan di batalkan terus. Sak plok urip werob langit peteng terus yo mung neng riau. Tp yo ra po2. Idep2 ngomprong congor gratis.
ReplyDeleteAku wae meh bali magelang penerbangan di batalkan terus. Sak plok urip werob langit peteng terus yo mung neng riau. Tp yo ra po2. Idep2 ngomprong congor gratis.
ReplyDeleteBukan cuma dikalbar ini pagi sudah seperti malam
ReplyDeleteMas Gus mul ini ceritanya seru2, ikutan nyimak ya mas,, He he. salam kenal
ReplyDeletekalau ngomongin maslah kabut asap memang gak akan ada habisnya ya..
ReplyDeleteSemua Tentang kabut asap
ReplyDeleteAlat pemotong tempe