Selain pembunuh bayaran, profesi lain yang juga kerap masuk dalam kategori "berbisnis dengan kematian" bisa jadi adalah pengrajin batu nisan.
Pengrajin batu nisan adalah profesi yang luar biasa, penuh dengan ketidakpastian. Padahal, ia adalah profesi dengan segmentasi yang sangat jelas dan tertarget. Ia menyasar target marketingnya pada keluarga orang yang baru saja mati, dan itu adalah target yang melimpah, karena semua orang memang pasti akan mati. Sama enaknya dengan target pengusaha warteg yang mengincar orang-orang lapar, dimana kita tahu, semua orang (sewajarnya) pasti akan merasa lapar.
Namun nyatanya, dengan pasar yg sedemikian besar, rupanya tak banyak pengrajin batu nisan yang sukses dengan bisnisnya. Berbanding terbalik dengan para pengusaha warteg yang banyak menuai kesuksesan, bahkan tak sedikit yang sampai membuka cabang.
Tapi semalang-malangnya pengrajin nisan, ia tentu masih jauh lebih beruntung ketimbang pembuat mustaka atau kubah masjid. Karena sepesat apapun perkembangan Islam, toh jumlah masjid atau mushola tidak akan pernah bertambah dengan signifikan.
Target pasar para pembuat kubah masjid sangat sempit. Dari satu kecamatan, bisa jadi, setiap bulannya mungkin hanya ada satu atau dua masjid baru.
Dan lagi-lagi hierarkis, semalang-malangnya pembuat kubah, ia masih tetap lebih beruntung. Kenapa? karena masih ada yg lebih nelangsa. Siapa dia? Ya siapa lagi kalau bukan pembuat lonceng gereja.
Begini lho, kalau pembuat kubah masjid, seminim apapun penjualan kubah yang mereka buat, setidaknya mereka masih punya harapan agar kubahnya laku, karena setidaknya, di Indonesia (yang mayoritas Islam), kalau ada kelompok jamaah mau bikin mushola baru, ya "tinggal bikin" saja.
Kalau pembuat lonceng gereja, boro-boro loncengnya laku, lha wong mau bikin gereja saja susahnya minta ampun.
Karena kita semua tahu, izin bikin diskotik jauh lebih mudah ketimbang izin bikin gereja, dan David Guetta dinilai lebih menguntungkan ketimbang Yesus dan Bunda Maria.
Kalau pembuat lonceng gereja nyambi jadi pembuat lampu diskotik mau g ya?
ReplyDeletesisan nyambi kulakan ciu barang piye?
DeleteBerarti kudu neng daerah Indonesia timur bisnise, Gus. Gawenen neng jowo, kirim neng luar jowo :-D
ReplyDeletenjo lek ndang gas langsung nggawe lonceng. hehehe
Deletewah...bahasamu sufi banget Gus...rokokmu apa Gus?
ReplyDeleterokok magang... hahaha
Deletegus gus, izin gawe gereja luwih gampang guus ditimbang ngurus izin monas nggo pendaratan pesawat malaikat jibril Lia Eden
ReplyDeletelha soale ng monas ra ono sing ge landasan og... hahaha we ra ono sing gelem markiri
Deletelebih susah lagi kalau berangkat ke tempat ibadah ( memakmurkannya ) walau rumannya dekat tempat ibadah daripada membangun tempat ibadah itu sendiri
ReplyDeleteMakin yahud tulisan mas Agus ini.
ReplyDeleteSukses selalu.
setuju anget
ReplyDeleteanda mempunyai tingkat pandangan yang jauh ke depan tentang bisnis. sungguh salut dengan anda
ReplyDeletengunu ta gus ?
ReplyDeleteYa iyalah mas, jadi harus berangkat ke eropa aja mas
ReplyDeletebatu akik g kesebut y..
ReplyDeleteKalo udah begini, gimana kalo pengrajin nisan beralih jadi pengrajin Nissan saja? :D
ReplyDeletejualan tanpa target yang jelas akan susah d raih kesuksesan
ReplyDeletebatut akik ngak gan ? wkwk
ReplyDelete