“aduuuh, kasihan, sudah tua kok masih saja kerja, ini anak-anaknya pada kemana sih, tega banget!”
Begitulah komentar yang lumrah kita temui di postingan postingan tentang kisah orang-orang tua yang masih saja bekerja di usia renta yang sering berseliweran di jagad facebook.
Tentu itu adalah sebuah komentar yang wajar dan manusiawi. Di negara yang konon katanya penuh dengan dogma welas asih ini, melihat orang tua renta bekerja keras tentu akan memunculkan rasa kasihan. Hal ini lumrah adanya.
Namun sayang, Kita seringkali hanya memandang dari sisi kasihan kita, tanpa pernah mencoba untuk pernah memandang dari sisi batin si orang tua.
Tempo hari, saya berkunjung ke rumah mbah (nenek) saya di kaliangkrik, saya memang rutin ke sana, karena memang emak saya membuka warung lotek dan soto di dekat sekolah tak jauh dari rumah mbah saya, emak saya pulangnya seminggu sekali, jadi kalau saya kangen emak, biasanya saya bakal menyempatkan waktu berkunjung ke sana.
Jarak dari rumah mbah dengan warung emak saya memang nanggung. Dekat tapi jauh, sekitar 300 meteran. Kalau pakai motor terlalu dekat, tapi kalau jalan kaki ya lumayan capek.
Nah, waktu itu, saya dibuat jengkel sama mbah saya. Pasalnya, mbah saya memaksa saya untuk mengantarnya ke warung. Saya tidak mau, karena saya inginnya mbah saya istirahat saja di rumah, soalnya beberapa waktu sebelumnya, mbah saya baru saja kecelakaan, terserempet motor saat mau nyebrang jalan, dan kakinya sempat harus dijahit beberapa jahitan.
“Gus, mbok ya simbah diantarkan ke warung,” rajuk mbah
“Ndak usah mbak, mbah di rumah saja, leyeh-leyeh, istirahat,” sahut saya
Tapi mbah saya terus saja memaksa, dan saya pun tak kalah untuk terus membujuk mbah agar mau istirahat saja di rumah. Tarik ulur antara nenek dengan cucunya ini berjalan dengan sangat alot. Hingga pada suatu titik, saya akhirnya menyerah, pertahanan argumen saya jebol, bukan karena saya diplomat yang buruk, tapi karena mbah saya akhirnya mengeluarkan jurus terbaiknya: mengancam.
“Yo wis, biar mbah jalan kaki saja,” begitu kata mbah saya.
Modiar saya, lha kalau mbah saya sudah mengancam demikian, saya bisa apa?
Hasilnya bisa ditebak, saya akhirnya mengizinkan mbah ke warung dan mengantarkannya. Puas kau mbah?
Di warung, mbah saya dengan gesit dan sigap membantu emak saya. Mulai dari menyiapkan aneka bahan dagangan, nguleg bumbu, hingga mencuci piring-piring dan gelas kotor, padahal emak saya dan bulik (yang juga bantu-bantu emak di warung) sudah melarang mbah, tapi apa daya, lha mbah tetep ngoyo pengin bantu-bantu je.
Akhirnya saya tersadarkan, bahwa seringkali, bentuk perhatian kita tak selamanya berbalas sesuai dengan tujuan.
Kadang, menyuruh kakek dan nenek kita untuk berdiam diri dan istirahat saja di rumah malah menjadi hal yang sangat menyiksa bagi mereka, dan membiarkan mereka bekerja seringkali justru menjadi salah satu cara membahagiakan mereka.
Bagi orang tua yang sudah begitu sepuh, salah satu tujuan dan semangat hidup yang masih tersisa adalah membantu anak-anaknya dan memberikan uang jajan untuk cucu-cucunya dari hasil kerja keras sendiri. Dan bekerja menjadi salah satu pelampiasan terbaik.
Bagaikan menggarami lautan, mereka bakal sangat bahagia tatkala bisa memberikan materi untuk anak anaknya, kendati sebenarnya, anak anaknya sudah sangat mampu secara finansial.
Mangkanya, kalau ndilalah sampeyan melihat ada orang tua renta yang masih saja sibuk kerja, berdagang misalnya, cukup doakan dan larisi dagangannya. Jangan hujat anak-anaknya, karena kita tak pernah tahu, apa yang sudah anak-anaknya usahakan untuk dia.
Btl para lansia butuh ksibukan...
ReplyDeleteDrpd sendiri..sepi..sunyi...mrasa tak brarti...
Karena yang lebih membunuh daripada rokok adalah Sepi, hehehe
DeleteMerenung sejenak
ReplyDeletekutunggu hingga sampeyan selesai merenung, kalau sudah selesai, kabari ya
DeleteBener koe gus, seng penting dongakake laris :-D
ReplyDeletenek perlu ditukoni sisan
DeleteTulisan yang simpel, tapi maknanya dalem, Mas. Saya juga sering kita temukan orangtua seperti ini. Dan memang hal pertama yang saya rasakan adalah 'kasihan'. Karena mungkin itu udah jadi naluri seorang manusia. Tapi, tulisan ini mengajarkan kita agar tidak melihat sesuatu hanya dengan satu sudut pandang saja.
ReplyDeleteYosh... lanjut, mase.
iya, lumrah... rasa kasihan adalah tanda penting bahwa kita masih tetap manusia
DeleteTumben temane sufistik ngene Gus..
ReplyDeletesetahun pisan koyo mene
DeleteKhusnudzon aja Gus, orang tua itu gak mau merepotkan anaknya. Selagi masih bisa usaha, ya usaha. Ngono, lho...
ReplyDeletemari berkhusnudzon berjamaah
DeleteRodo serius Gus? Perjalanan spiritualmu semakin mengagumkan yo..
ReplyDeleteWah tumben gus agak bener
ReplyDeletehttps://undipedia.wordpress.com
Mantap Gus.... Seharusnya kita melihat persoalan dari berbagai sisi ya...
ReplyDeletewise bingit
ReplyDeletebijaksana sih tp aku pernah berpikiran demikian jd malu sendiri
ReplyDeleteoh....
ReplyDeletepean ono kangen-kangenan karo emak to!
istimewa tulisane seng iki...
Aku mbina kelompok lansia lo,,,sing marakno wong awet sehat,yo ngono kuwi,,,,,alhamdulillah,karo takajari senam Lansia,ssenenge ora karu2an
ReplyDeleteitu namanya pantang menyerah walau sampai akhir hayat.. salut
ReplyDeletesetidaknya mereka (orang tua) masih dapat bahagia dengan bekerja, tidak seperti kebanyakan orang muda zaman sekarang yang mulai mengeluh dengan pekerjaannya
ReplyDeletekadang bekerja hanya untuk mengusir jenuh
ReplyDeletekebanyakan lansia kerja untuk hanya sesuap nasi
ReplyDeleteJarang terlihat yang renta bekerja, tetapi masih ada saja yang selalu berjuang untuk keluarga ataupun dirinya sendiri.
ReplyDeletekereen banget perjuangan bapak ini,,patut diacungin jempol 4 deh :)
ReplyDeletejangankan yang sudah tua, kita aja kalau ga ada kerjaan atau libur kepanjangan juga bikin senewen kok mas Gus.
ReplyDeleteemak bapak saya juga sudah tua kepala 6 tapi kalau kerja masih kayak anak muda semangatnya. ga mau kalau disuruh di rumah aja leyeh leyeh
tulisanya berbobot, Mas. betul sekali orang tua bekerja untuk mengusir sepi karena kesibukan anak-anak-nya sendiri. mudanya suka kerja tuanya gak mau kalau cuma duduk-duduk atau tidur-tidur, capek jadinya
ReplyDeleteBener, Laris Manis, Waras, seger lan slamet..
ReplyDeleteBekerja adalah ibadah. Orang biasa kerja keras disuruh istirahat mlh jd penyakit.
Nice Tulisan, mantabs
http://kasamago.com/
Masyallah, subhanallah kakek itu masih tetap semangan untuk bekerja meskipun sudah tua renta, andai aku bisa membantunnya.
ReplyDeletesebenarnya dengan bekerja juga bisa mencegah kepikunan... artikelnya sangat bermutu mas, makasi mas
ReplyDeleteWeh sama. Nenek saya pedagang kelapa sejak masih muda, sampai sekarang, di usianya yang menginjak 80 Tahun, beliau masih pengen saja jualan. Pernah diminta buat berhenti jualan, beliau menolak. Padahal jualannya ndak pernah untung, malah rugi. Lha gimana wong kulakan harga 5000 dijualnya 3000 rupiah. Tapi, karena itu yang paling buat beliau senang, anak-anaknya yang 8 orang itu urunan tiap bulannya buat beliau kulakan kelapa. Ada yang lebih berharga daripada angka rugi 2000 rupiah dari tiap kelapa yang terjual, yaitu: "nyenegke wong tuwo"
ReplyDeletebener mas,
ReplyDeletemau tau info game dan aplikasi click http://fardan18102002.blogspot.co.id/?m=1
Terkadang emang seperti itu mas, hanya menilai dari satu sudut pandang dan mengamininya. Ya padahal mungkin saja ada sudut pandang lain yang dalam batin berkata "Loh, kok ngene ki tho?"
ReplyDeletesetiap orang punya jalan hidupnya masing2 dan terkadang usia tdk bisa jadi batasan seseorang utk tetap bekerja,entah krn alasan apapun.Kita yg melihatnya hanya bisa mendoakan agar orang2 itu diberi kekuatan dan kesehatan agar tetap bisa bekerja.
ReplyDeletebapak2 yg pantang menyerah gan dalam kondisi apa pun :)
ReplyDeletecontoh dan tiru sifat bapak yang sangat pantang menyerah :)
ReplyDeletekerja buat Mbah dan ortu di usia senja boleh saja tapi tetap harus jaga jangn sampe kecapaian.... kalo kecapaian harus ke rumah sakit .... ngga sebanding antara harga berobat dengan keuntngan yg di dapat dr bekerja....
ReplyDelete