Bapak saya Hansip, sedangkan bapak dia Presiden. Tak heran saat kami dipertemukan, saya merasa seperti ada ikatan batin yang sangat kuat, mungkin karena bapak kami sama-sama punya tugas untuk menjaga stabilitas nasional (dalam ruang lingkup yang berbeda, tentunya).
Saya sengaja merem agar tercipta keseimbangan yang kosmis. Soalnya Gibran melek dan mulutnya mingkem, sedangkan saya justru mulutnya yang melek, maka agar imbang, mata harus merem. Begitulah, Yin dan Yang memang harus selalu dijaga.
Nah, kalau anda, terserah, mau merem atau melek, mingkem atau ngowoh, bebas... Yang penting, jangan lupa buka Mojok.co, dan baca Wawancara kru Mojok dengan Gibran ini.
Cen koe bener kok, Gus. Seng siji kuning langsat seng sijine yo ngono kui. Ncen adil kok :-D
ReplyDeleteMirip kok mas Agus
ReplyDeleteEalah ono wae wkwkwkw
ReplyDeletemas gus mul tetangga desa saya. request dong wawancara yg di mojok di pajang disini. aku belum baca. tapi #MojokBubar.. hiksss
ReplyDeleteSama" sukses mas hihii, dan sama" mandiri dengan mas agus
ReplyDelete