Balas Dendam dan Celana Dalam

Saya masih tetap ingat, dulu sewaktu SMP, celana dalam yang biasa saya pakai adalah celana dalam murahan yang harganya dua ribu lima ratusan (cemban dapat empat).

Namanya juga celana dalam murahan, maka jangan heran kalau kualitasnya juga murahan. Desainnya tidak aerodinamis, panas, tidak elastis, dan bahan kainnya pun tipis ngaudubillah setan. Saking tipisnya, kulit pantat saya sampai bisa ketahuan warnanya kalau diterawang.

Saya pernah merajuk sama emak, agar saya dibelikan celana dalam yang mendingan. Beberapa kali saya merayu, dan hasilnya memang tak terlalu bagus. Emak bersedia membelikan saya celana dalam yang lumayan bagus, tapi hanya satu pack saja.

Saya ingat, celana dalam yang emak belikan untuk saya waktu itu, merknya Giordano. Harganya dua puluh lima ribu, isi tiga. Duuuh, sumpah, itu celana dalam yang benar-benar nyaman, maknyus, mulur, dan uadeeeeme pooool. Mungkin karena saya terbiasa memakai celana dalam yang murahan, jadi sekalinya pakai celana dalam bermerk, rasanya langsung berbeda.

Saya maklum kalau emak hanya mau membelikan saya satu pack. Uang dua puluh lima ribu waktu itu bukan jumlah yang sedikit. Terlebih dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, tentu lebih banyak kebutuhan yang jauh lebih substansial ketimbang sekadar celana dalam.

Jargon "Kesuksesan Pria dimulai dari Celana Dalamnya" pun sama sekali tak berlaku di dalam rumah kami. Kebutuhan makan sehari-hari serta uang sekolah saya dan kedua adik saya jauh lebih penting dibandingkan segalanya.

Tapi, inilah hidup. C'est la Vie. Roda pada akhirnya akan menunjukkan perputarannya.

Kini, alhamdulillah. Keluarga saya sudah jauh lebih baik kondisi ekonominya. Saya juga sudah bisa menghasilkan cukup banyak uang (ndak banyak-banyak amat sih, tapi cukup lah kalau buat nraktir kamu ngedate dan nonton film di twenti wan seminggu dua kali). Gaji saya sebagai Redaktur, ditambah honor nulis di berbagai media, royalti buku, serta uang amplopan hasil dari jadi pembicara di sana-sini (uhuk uhuk ehem) sudah jauh lebih dari cukup untuk membeli banyak celana dalam bermerk.

Maka kini, saya punya banyak sekali kesempatan untuk menuntaskan dendam masa kecil saya. Dendam untuk punya banyak celana dalam. Jadi jangan heran, Ketika yang lain hobi belanja pakaian, gadget, hingga kendaraan, saya justru hobi belanja celana dalam.

Ya, Sekecil apapun dendam, ia memang harus dibayar tuntas. Tak terkecuali dendam kepada celana dalam.

Dulu mungkin saya hanya punya tiga celana dalam bermerk. Kini setidaknya, saya punya belasan, dan akan terus bertambah seiiring berjalannya waktu.

So, jika sekarang sampeyan tanya, apa indikator kesuksesan bagi saya. Maka saya akan menjawab dengan mantap dan lantang: “JUMLAH CELANA DALAM YANG SAYA PUNYA”