Agus Mulyadi Njaluk Rabi

Bersih-Bersih Rumah

| Saturday, 29 May 2021 |

Untuk urusan kebersihan rumah, saya dan Kalis amat terbantu oleh Mbak Wulan. Ia dulunya adalah pekerja goclean yang hasil kerjanya cukup memuaskan.

Setelah goclean resmi dihapus oleh gojek, kami pun kemudian meminta Mbak Wulan untuk membersihkan rumah kami dengan sistem rutinan dan kami bayar secara bulanan.

Kehadiran Mbak Wulan membuat tugas rumah tangga saya dan Kalis menjadi amat ringan. Saya dan Kalis hanya perlu mencuci piring dan menyapu halaman rumah sesekali.

Namun, sudah beberapa waktu ini, Mbak Wulan libur sebab ia tengah melahirkan. Ia ambil cuti satu setengah bulan.

Selama Mbak Wulan cuti itulah kemanjaan saya dan Kalis mendapatkan tantangan terbuka. Rumah kami tidak sebersih biasanya. Cucian menumpuk. Dapur juga menjadi lebih berantakan.

Dalam kondisi seperti itu, bersih-bersih rumah menjadi aktivitas yang amat heroik. Mengepel teras rumah terasa seperti sebuah pencapaian besar.

Siang tadi, belum juga nyawa saya terkumpul sempurna karena baru saja bangun tidur setelah sebelumnya begadang semalaman, Kalis mendadak mengagetkan saya.

“Mas, kamu harus mencintaiku selamanya,” katanya dengan suara yang sangat intimidatif.

Saya yang masih belum melek sempurna, ditodong dengan permintaan aneh seperti itu tentu saja terheran juga. Bukankah mencintai Kalis adalah memang sudah tugas saya? Dan itu tak perlu lagi ditanyakan.

Namun, tetap saja saya merasa harus menanyakannya. Sekadar sebagai kepantasan percakapan belaka.

“Apa yang membuatku sampai harus mencintai kamu selamanya?”

“Harus dong, soalnya selama kamu tidur dari pagi tadi, aku sudah bersih-bersih seluruh rumah,” katanya dengan penuh kebanggaan.

Saya kemudian keluar kamar dan melihat ruang tengah dan ruang tamu, memang bersih betul dan jauh lebih enak dipandang.

“Tuh, bersih, kaaaaan? Makanya, kamu harus mencintai aku selamanya.”

Saya merenges tipis. Ingin sekali saya jawab dengan jawaban guyon: “Kalau alasannya itu, maka seharusnya aku lebih mencintai Mbak Wulan ketimbang kamu,” namun hal itu saya urungkan, sebab di tangannya masih tergenggam sapu dengan gagang yang tampak keras dan kokoh.

Saya harus paham, bahwa guyonan yang baik adalah guyonan yang tidak mengancam kesehatan fisik dan tidak melahirkan hantaman benda tumpul, apalagi di bagian tubuh yang vital dan rapuh.




Sawer blog ini

0 komentar :

Post a Comment

Tentang Saya

Saya Agus Mulyadi, biasa dipanggil Gus Mul (bukan lulusan pesantren seperti Gus Dur, Gus Muh, maupun Gus Mus. Gus Mul hanya akronim dari nama saya). Blogger dan Freelance Layouter. Kini berusia 24 tahun. Aktif di Karang Taruna dan Komunitas Blogger Magelang Pendekar Tidar. Profil lebih lengkap, Lihat Disini
 
Copyright © 2010 Blog Agus Mulyadi , All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger