Dulu, ketika saya dan Kalis mendirikan Akal Buku, kami menganggap itu sebagai cita-cita luhur kami. Kami ingin dilihat sebagai pasangan muda-mudi yang dimabuk asmara namun tetap produktif. Kami ingin memajukan literasi dengan mendirikan perpustakaan dan toko buku kecil. Kami ingin ikut membagikan gagasan-gagasan progresif dengan konten-konten yang kami buat.
Kalau dipikir-pikir, sungguh cita-cita yang tampak dahsyat dan luar biasa. Nggleleng, orang Jawa bilang.
Belakangan, baru kami sadar kalau Akal Buku sebagai sebuah cita-cita ternyata tidak hebat-hebat amat. Biasa saja. Blas tidak nggleleng.
Kendati demikian, Akal Buku tetap menjadi bagian penting dalam perjalanan hidup saya dan Kalis. Toh, nama Akal Buku pun diambil dari nama kami: Agus-Kalis.
Awalnya kami hanya menjual buku-buku karya kami sendiri. Kemudian melebar menjadi buku-buku yang kami suka. Hingga akhirnya melebar menjadi buku-buku yang satu selera dengan kami atau salah satu dari kami.
Awalnya benar-benar hanya diurus oleh saya dan Kalis. Hingga kemudian kami rekrut satu karyawan, kemudian jadi dua, kemudian jadi tiga.
Kami menikmati menjalankan toko buku ini. Lengkap dengan segala suka-dukanya. Kami sempat merasakan tunjang palang dan ketakutan saat kulakan buku hardcover dalam jumlah yang agak banyak dan ternyata buku itu tak laku. Namun, kami juga sempat merasakan ketiban durian runtuh saat kami berhasil menjual ribuan eksemplar buku “Menjerat Gus Dur” hanya dalam waktu kurang dari seminggu.
Akal Buku bukan hanya mampu membantu memantapkan kestabilan ekonomi kami, lebih dari itu, ia juga mampu membantu memantapkan kestabilan hubungan asmara kami.
Saat pacaran, saya dan Kalis pernah hampir putus. Tepat di tepi keputusan itu, saya bertanya kepada Kalis. “Kalis, kalau kita putus, apakah kamu masih mau melanjutkan Akal Buku bareng aku walau status kita sudah nggak pacaran lagi?”
“Ya nggak, lah. Ngapain aku masih ngurus Akal Buku!” jawabnya.
Jawaban itulah yang kelak membuat kami tidak jadi putus. Eman-eman. Lha aset Akal Buku saat itu nilainya sudah puluhan juta. Hal yang kemudian tak pernah saya sesali. Dan terbukti, kami toh akhirnya sampai juga di titik ini.
Lagi pula, tak terbayang bagaimana ganjilnya kalau saat itu saya dan Kalis putus, lalu saya pacaran dengan perempuan lain bernama Sulastri, lalu membikin toko buku baru bernama “Asu Buku”.
Ketika saya dan Kalis menikah dan mengontrak rumah dengan lokasi yang cukup strategis dengan halaman yang agak luas, kami pun melengkapi toko buku kecil ini dengan satu petak perpustakaan kecil dengan koleksi buku yang tentu saja tak lengkap-lengkap amat. Kami juga mencoba membikin acara-acara kecil, entah diskusi, kelas menulis, atau bedah buku. Sekadar sebagai formalitas bahwa kami punya semangat untuk meningkatkan literasi dan nggak cari duit melulu dari Akal Buku.
Ini tahun ketiga Akal Buku berdiri. Kami tentu berharap agar toko buku ini masih akan awet. Yah, setidaknya sampai kami berhasil mengumpulkan modal yang besar untuk kemudian buka toko bangunan atau jadi juragan beras, gas, dan galon seperti cita-cita yang sangat diidam-idamkan oleh Kalis.
Atau malah sekalian, jadi juragan beras, gas, dan galon merangkap toko buku. Biar nanti bisa bikin promo menarik: Beli Bright gas 10 tabung, gratis buku "Cantik Itu Luka". Tambah 5 tabung, bonus buku "Analisis Gender dan Transformasi Sosial".
Bayangkan, betapa indahnya. Ada literasi yang terjaga dalam setiap cetekan kompor yang dinyalakan. Apinya mematangkan masakan, bukunya mematangkan pikiran.
"Apinya mematangkan masakan, bukunya mematangkan pikiran." Mantabs, Mas Agus. 👍🏻
ReplyDeleteSukses terus ya dengan Akal Buku-nya.
Akhiran yang selalu menarik :)
ReplyDeleteMas gus, aku minta rambut njenengan boleh?? Rasanya pengen aku santet
ReplyDeleteSalam sukses selalu dan salam kenal mas
ReplyDeleteSemoga tetap sukses Mas
ReplyDeletehmmm...jadi kepengen bikin perpustakaan mini :)
ReplyDeleteSukses mas
ReplyDeleteSukses terus Mas. Duh, susah nahan ketawa bacanya.
ReplyDeleteMelu aamiin, mugo-mugo cita-cita apik bakal tekan
ReplyDeleteTernyata pada akhirnya mau jadi juragan beras yaa mas
ReplyDelete