Saya, dan ratusan warga kampung Seneng Banyurojo lainnya tampaknya memang sudah benar-benar ditakdirkan untuk berkarib dengan pergaulan akademi militer.
Pagi hari, ketika orang-orang kebanyakan terbangun oleh azan subuh atau alarm dari ponsel, kami telah puluhan tahun dibangunkan oleh suara pembina apel pagi akademi militer yang memang kebetulan lokasinya bersebelahan persis dengan kampung kami.
Materi pembinaan apel pagi itu selalu bisa kami dengar dengan jelas. Dari instruksi, pesan, sampai bentakan-bentakannya.
“Selamaaaat pagiiiiii...” Pembina apel yang saya tak pernah tahu siapa namanya dan bagaimana tampangnya itu mengawali sapaannya kepada para taruna akademi militer peserta apel pagi ini.
“Pagi, pagi, pagi!” para taruna akademi militer menjawab serentak. Entah kenapa mereka harus menjawab sapaan itu tiga kali, seolah kalau cuma dijawab “Pagi!” satu kali saja, niscaya berkurang kadar keprajuritan mereka.
Nyatanya, jawaban “Pagi!” yang sampai diulang tiga kali dengan suara yang lantang itu tidak cukup memuaskan si pembina apel.
“Kalian ini prajurit, jangan loyo. Jangan malas buka mulut. Saya ulangi lagi, Selamaaaat Pagiiiii...”
“Pagi, pagi, pagi!” kembali jawab para taruna serempak.
“Nah, ini baru prajurit,” kata si pembina apel.
Saya geli sendiri mendengar respons si pembina apel itu, sebab sependengaran saya, jawaban “Pagi, pagi, pagi!” yang pertama dan yang kedua itu rasanya memang tak ada bedanya.
duh cekikikan bacanyaa
ReplyDelete