Hidup saya penuh dengan akrobat. Tuhan sepertinya senang membawa alur hidup saya dari satu kelucuan kepada kelucuan yang lain. Ada banyak kejutan-kejutan dalam perjalanan hidup saya yang muncul begitu saja seperti cepirit yang tahu-tahu sudah keluar tanpa harus diikhtiarkan untuk keluar.
Saya dipertemukan dengan orang-orang baik dan hebat, orang-orang yang turut membantu memuluskan karier saya sebagai seorang penulis sekaligus memperbaiki hidup saya yang lumayan bobrok. Nasib buku “Sebuah Seni untuk Memahami Kekasih” yang kini diadaptasi menjadi film pun saya pikir menjadi bukti valid tentang hal tersebut.
Buku ini mulanya saya niatkan terbit untuk menggenapi ongkos resepsi pernikahan saya yang lumayan ngepress.
Adalah Puthut EA yang saat itu membantu saya melobi Cahyo Satria dari Penerbit Shira Media agar menerbitkan tulisan-tulisan saya tentang Kalis. Singkat kata, lobi-lobi itu sukses. Shira Media bersedia menerbitkan buku yang sangat narsis dan megalomaniak itu.
Buku ini kemudian mulai berpetualang dan menemui para pembacanya. Buku yang cukup tipis itu menjadi buku saya dengan rating tertinggi di goodreads dibandingkan dengan buku-buku saya yang lain.
Kelak, buku itu sampai ke tangan Fajar Nugros dan Susanti Dewi dari IDN Pictures, Merekalah sosok yang kemudian tertarik untuk memfilmkannya.
Film ini pada akhirnya digarap oleh Jeihan Angga, sutradara yang saya menyukainya melalui film Mekkah I’m Coming, sedangkan skenarionya dikerjakan oleh Bagus Bramanti, sosok brilian yang menggarap film Sobat Ambyar.
Elang El Gibran didapuk memerankan Agus Mulyadi. Tentu saja girang setengah mati. Ia aktor muda yang menjanjikan. Saya pertama kali menontonnya di serial Tunnel. Kegirangan saya kian tervalidasi saat Elang tampil sangat bagus saat memerankan Basuki di film Srimulat.
Sementara sosok Kalis diperankan oleh Febby Rastanty. Saya sempat tak yakin. Febby memang aktris yang bagus, tapi ia tak terbiasa berbahasa Jawa. Namun, ia mampu membalikkan ketidakyakinan saya. Ia belajar sangat keras untuk bisa memfasihkan kemampuan bahasa Jawanya. Dan hasilnya, kueeeereeen.
Boleh dibilang, saya seperti “ketiban ndaru”. Buku ini seperti memberikan rangkaian kebahagiaan bagi saya. Saya seperti dihadapkan dengan orang-orang terbaik dan kompeten di bidangnya.
Saat poster film “Seni Memahami Kekasih” rilis, penjualan buku ini perlahan naik. Testimoni-testimoni bagus tentang buku ini pun mulai bermunculan di media sosial dari mereka yang sudah membacanya. Hal yang tentu saja membuat saya bahagia.
Rasanya tak menyesal saya menulis tentang kekonyolan-kekonyolan Kalis. Biarlah cintanya hanya untuk saya, tapi kebodohan dan kekonyolannya harus disebarkan ke sebanyak mungkin orang.
So, terima kasih untuk siapa saja yang sudah membeli dan membaca buku ini. Kalian bukan hanya menguatkan simpul-simpul ekonomi keluarga saya, namun juga melebarkan senyum kebahagiaan saya.
0 komentar :
Post a Comment